Eksaminasi Vonis Ferdy Sambo, Pakai Kontruksi Terpaksa?

Eksaminasi vonis untuk Ferdy Sambo menurut salah satu pakar hukum foto (net)

Bagikan

JAKARTA, TM.ID: Pakar hukum pidana, Chairul Huda menilai, vonis yang dijatuhkan hakim terhadap eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Ferdy Sambo bersandar pada kontruksi terpaksa.

Chairul jugs merupakan bagian dari delapan orang akademisi yang melakukan eksaminasi kajian  vonis Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan berencana kepada Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir J.

“Ketika menulis eksaminasi, saya hanya berbekal pada putusan tingkat pertama atau pengadilan negeri, jadi tidak menjadi bagian dieksaminasi putusan di tingkat banding walaupun putusan banding ini hanya menguatkan saja,” ucap Chairul Huda.

BACA JUGA: Dakwaan Lukas Enembe Ditunda, Sidang Dijadwal Ulang

Dalam eksaminasi itu, kata Chairul, pasal pernyataan dan peran Ferdy Sambo dalam perkara pembunuhan kepada mantan ajudannya tersebut, sebagai auktor intelektual serta pelaku penembakan.

Ia menyimpulkan, kontruksi yang dibuat oleh hakim dinilai terpaksa karena berhadapan dengan dua persoalan, yang pertama Sambo dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan adanya opini publik di luar pengadilan, terhadap mantan jenderal bintang dua itu.

Chairul menyebut, Sambo sebagai auktor intelektual, yang seharusnya tidak ikut serta bagian secara langsung, baik saat pelaksanaan ataupun perencanaan perkara.

Akan tetapi, pada sisi yang lain, hakim menyebut Sambo turun tangan atau menjadi pelaku utama dalam pembunuhan Brigadir J.

“Jadi konstruksi yang menjebak hakim sehingga berakrobatik di dalam pertimbangan-pertimbangan perkara ini,” ujar Chairul. “Ferdy Sambo dianggap menembak yang hanya didasarkan pada keterangan Richard tanpa atau tidak berkesesuaian dengan saksi-saksi lain, tidak berkesesuaian dengan barang buktinya, tidak berkesesuaian dengan keterangan ahlinya, tetapi itu terpaksa dilakukan untuk dapat mengkualifikasi Richard sebagai justice collaborator,” imbuhnya.

Belum lepas dari pasal pernyataan, ia menilai, pemahaman majelis hakim mengenai pembunuhan perencanaan Ferdy Sambo masih kurang tepat.

Chairul melanjutkan, pembunuhan berencana adalah kasus yang diperberat,sehingga bisa disebut berencana.

Kemudian, kasus pembunuhan berencana disebut sebagai pembunuhan yang tak mengkesampingkan pertimbangan, karena berbeda dengan pembunuhan spontan.

Oleh sebab itu, Chairul menilai, ada kesalahan hakim soal posisi terdakwa Putri Chandrawathi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal Wibowo yang tidak memiliki kontribusi saat pembunuhan tersebut.

Ia hanya melihat ada kontribusi pembunuhan dari terdakwa Richard Eliezer dan Ferdy Sambo dalam pembunuhan berencana Brigadir J.

“Ini menurut saya satu hal menjadi kurang tepat di dalam pemahaman mengenai pasal ini. Bahwa Richard merenungkan apa yang mau dilakukan di kamar mandi, dia berdoa sebelum melakukan itu, itu suasana yang tenang mungkin buat dia untuk memikirkan perbuatannya. Apa hubungannya itu dengan yang lain yang tidak memberikan kontribusi terhadap matinya korban,” katanya.

Selanjutnya, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengungkap hasil eksaminasi perkara Sambo soal motifnya.

Dari pandangan penasehat hukum menyebut, yang menjadi motif ada faktor pemerkosaan. Sedangkan versi jaksa, bahwa itu motifnya bukan perkosaan, melainkan perselingkuhan.

Namun, tim eksaminasi menilai hakim telah menolak kedua motif itu dan mengatakan motifnya adalah kecewa meski tak dijelaskan lebih lanjut alasannya.

Menurut Chairul, perkara-perkara yang belum memiliki titik terang atau belum terungkap, seharusnya tak cepat memberikan putusan hukuman mati.

“Jadi motifnya belum jelas tapi divonis mati, yang notabane ultrapetita. Ultrapetita itu boleh sepanjang tidak keluar dari dakwaan, tidak keluar dari ketentuan undang-undang, dan tidak boleh dijatuhkan tanpa pertimbangan yang cukup. Kalau motifnya tidak terungkap, maka ini belum pertimbangannya yang cukup,” tuturnya melansir Kompas, Senin (12/6/2023).

Seperti diketahui, dalam kasus pembunuhan berencana ada lima terdakwa termasuk Ferdy Sambo. Terdakwa pertama, Ferdy Sambo divonis hukuman mati.

Kedua, Putri Chandrawathi dijerat dengan hukuman penjara 20 tahun, serta Kuat Ma,ruf divonis 15 tahun penjara.

Adapun dua terdakwa lainnya, Ricky Rizal Wibowo divonis 13 tahun dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang berstatus justice collaborator (JC) dijatuhi pidana 1 tahun 6 bulan.

BACA JUGA: Ferdy Sambo Resmi Ajukan Kasasi atas Vonis mati

(Saepul/Dist)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Jelang AAF 2024 Pemkot Bandung Kolaborasi
Jelang AAF 2024, Pemkot Bandung Kolaborasi dengan Berbagai Komunitas Bersihkan Kawasan Asia Afrika
Tidak Ada Kultur Kekerasan di Polri
Haidar Alwi: Tidak Ada Kultur Kekerasan di Polri, Hanya Framing dan Penggiringan Opini Akibat Ulah Oknum
Persib Sudah Sepakat Dengan Satu Pemain Muda
Persib Sudah Sepakat Dengan Satu Pemain Muda, Ini Bocoran Sosoknya
Dirut bulog KPK
Dirut Bulog Dilaporkan ke KPK, Ini Reaksinya
Link streaming selain yalla shoot
Selain Yalla Shoot, Ini Link Streaming Belanda Vs Turki 8 Besar EURO 2024
Berita Lainnya

1

Tyronne del Pino, Pemain Asing Persib Yang Terbuang Kini Mulai Dilirik Bojan Hodak

2

Penuh Drama, Jeman Vs Denmark Berakhir 2-0 di Euro 2024

3

Segini Anggaran Belanja Persib Bandung Jelang Liga 1 2024/2025

4

Swiss Melaju ke Perempat Final Euro 2024 Setelah Singkirkan Italia 2-0

5

Gelombang Protes di Kenya: Tolak Kenaikan Pajak Demi Lunasi Utang IMF
Headline
pdns dirjen aptika kominfo
Masalah PDNS Belum Tuntas, Dirjen Aptika Kominfo Mundur
EIGER Adventure Siapkan Kejutan Buy One Get One
EIGER Adventure Siapkan Kejutan Buy One Get One dan Diskon Hingga 50%
pabrik narkoba terbesar di indonesia
Polisi Ungkap Pabrik Narkoba Terbesar Indonesia di Malang, Modusnya EO
Indonesia Peringkat Pertama Buang Makanan
Indonesia Peringkat Pertama Buang Makanan di ASEAN, Kerugian Capai Rp551 Triliun!