BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex, melalui Komisaris Utama Iwan S. Lukminto, melakukan pertemuan strategis dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di kantor Kemenperin, Senin (28/10/2024).
Langkah ini menandai awal dari upaya serius untuk menyelamatkan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak membahas strategi penyelamatan jangka panjang yang diharapkan dapat membantu Sritex pulih dan mempertahankan stabilitas operasional, yang berpengaruh langsung pada kehidupan sekitar 50.000 karyawan perusahaan.
Iwan menyatakan, pertemuan ini baru merupakan tahap awal dari keseluruhan upaya penyelamatan, sehingga belum menghasilkan keputusan konkret.
“Ini masih prematur. Diskusi kami fokus pada penyusunan strategi besar yang dapat menjaga keberlangsungan Sritex dalam jangka panjang. Nantinya, strategi ini juga akan menitikberatkan pada keberlanjutan operasional perusahaan agar tetap mampu mendukung karyawan dan lingkungan sekitar secara sosial,” ungkap Iwan di kantor Menperin, Senin.
Dalam rangka memastikan kesinambungan bisnis dan dampak sosialnya, Iwan menyebut Sritex akan mengkaji berbagai opsi insentif, yang menjadi bagian dari “strategi besar” tersebut.
Meski detail strategi ini belum diumumkan, Iwan menegaskan arahan dari Menteri Perindustrian adalah agar perusahaan tetap berjalan dan menjaga operasionalnya sebaik mungkin.
Sementara itu, pemerintah di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan empat kementerian, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja, untuk turut serta menyusun opsi dan skema penyelamatan bagi Sritex.
BACA JUGA: 2 Skenario Penyelamatan Raksasa Tekstil Sritex yang Pailit
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyampaikan, tim khusus tengah dibentuk untuk merumuskan berbagai langkah taktis.
“Kami akan segera menyampaikan opsi penyelamatan setelah rumusan akhir selesai, yang disusun dengan mempertimbangkan dampak langsung terhadap karyawan dan industri tekstil secara luas,” kata Agus.
Kasus pailit Sritex bermula dari pembatalan perdamaian yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon di Pengadilan Niaga Semarang, setelah Sritex dinilai gagal memenuhi kewajiban pembayaran sesuai perjanjian.
Putusan ini disahkan pada Senin (21/10/2024) lalu, yang kemudian berdampak pada posisi keuangan Sritex dan memicu kekhawatiran bagi karyawan serta pemasok lokal.
Meski mengalami tekanan finansial, Iwan memastikan bahwa hingga saat ini operasional pabrik Sritex berjalan normal.
Dengan langkah penyelamatan ini, baik pemerintah maupun Sritex berharap agar proses restrukturisasi dan pemulihan bisa berjalan efektif, memberi stabilitas pada sektor tekstil nasional, serta meminimalkan dampak negatif terhadap ribuan pekerja yang mengandalkan Sritex sebagai sumber penghidupan utama.
(Budis)