KABUPATEN BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kekurangan siswa di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 bukan hanya dialami sekolah swasta, sekolah negeri juga mengalami hal serupa. Salah satunya di SD Negeri Cikapundung 1, Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung yang hanya menerima 15 siswa baru.
Belasan siswa baru itu semuanya lulusan taman kanak-kanak (TK) Sangkuriang yang lokasinya bersebelahan dengan SD yang berada di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat (KBB). Dibanding TK Sangkuriang yang terlihat usang dan tak terawat, nasib SDN 1 Cikapundung sedikit lebih baik.
Kepala SD Negeri 1 Cikapundung, Tjetjep Nurmansyah, mengatakan jumlah siswa baru tersebut masih lebih banyak ketimbang siswa di kelas lainnya. Diantaranya kelas dua sebanyak 7 siswa, kelas tiga sebanyak 17 siswa, kelas empat sebanyak 9 siswa, kelas lima sebanyak 7 siswa dan kelas enam hanya sebanyak 7 siswa.
“Siswa baru jumlahnya lima belas, 13 dari TK yang disebelah dan duanya langsung masuk SD. Kalau yang sekarang ditambah siswa baru itu jumlahnya 62 siswa. Kalau yang lulusan kelas enam kemarin lumayan banyak 32 siswa,” ungkap Kepala SD Negeri 1 Cikapundung, Tjetjep Nurmansyah saat ditemui di sekolah, Senin 15 Juli 2024.
Dikatakannya, SD Negeri Cikapundung 1 ini terpencil dari pemukiman. Masyarakat yang bermukim di sini hanya RW 07, Desa Cipanjalu. Berisikan para buruh dan staf perkebunan Kina milik PTPN VIII. Jadi siswa yang bersekolah di sini memang untuk warga sekitar yang hanya terdiri dari 5 Rukun Warga.
Akses jalan yang masih berbatu menambah kesan daerah ini sebagi pelosok Kabupaten Bandung Barat. Bahkan lokasi ini lebih dekat ke Kecamatan Lembang KBB. SDN Cikapundung 1 dikelilingi bukit yang ditumbuhi pohon Kina dan pohon Kalitus.
Bangunan sekolah terdiri dari 6 kelas dan satu perpustakaan. Namun disebutkan Tjetjep satu kelas digunakan sebagai ruangan guru. Jadi bangunan yang digunakan untuk proses pembelajaran hanya lima kelas.
“Tapi katanya perpus akan digunakan ruang kelas untuk kelas dua. Karena muridnya sedikit jadi lebih efektif dan efesien waktu aja proses belajarnya di barengkan semua,” ujarnya.
Tenaga pengajar juga cukup minim di sini, totalnya 9 orang termasuk kepala sekolah. Diantaranya 5 guru berstatus PNS 2 PPPK dan 1 honorer.
“Guru PNS 5 termasuk bapa 1 jadi 6 ditambah PPPK 2 jadi ASNnya 8. Terus Honorernya satu orang. Jadi jumlahnya sembilan,” ungkap Tjetjep.
Berdasarkan pantauan, belasan siswa baru didampingi para orang tuanya tengah mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) hari pertama. Masa orientasi ini juga dipimpin oleh kepala sekolah sekaligus melakukan serah terima siswa dari orangtuanya.
“Tadi kegiatan MPLS diawali dengan upacara bendera. Setelah itu di ruang kelas kita adakan serah terima dari orang tua ke guru. Kita juga paparkan tentang sekolah ini kepada mereka lalu pengenalan antara siswa da gurunya,” kata Tjetjep.
Ditanya terkait kurikulum yang diterapkan, menurutnya di SDN Cikapundung 1 untuk tahun ajaran 2024/2025 sudah diterapkan kurikulum merdeka. Kendati demikian diakuinya masih dalam tahap uji coba, karena untuk beberapa kelas masih menggunakan kurikulum sebelumnya.
“Kurikulum tahun ini insyaallah full menggunakan kurikulum merdeka. Tapi tidak ada dipaksaan kalau memang tahun ini masih menggunakan kurikulum 13 tidak apa-apa untuk kelas tiga dan enam kalau di kota Bandung kan sebenarnya sudah semuanya dari 1-6. Tapi kemarin konsultasi kalaupun masih menggunakan kurikulum 13 juga tidak apa-apa,” jelasnya.
Selain terpencil dan berada di lokasi terpencil dengan jumlah siswa yang sedikit diakuinya SDN Cikapundung 1 juga tertinggal ihwal sarana prasarana. Seperti buku pelajaran yang sangat terbatas. Jadi dari setiap mata pelajaran guru hanya memberikan satu buku kepada para siswa.
“Jadi baik dari sarana prasarana dan jumlah siswa memang sekolah ini tertinggal. Jadi tidak semua siswa memiliki buku pelajaran. Sedangkan untuk pembelian buku saja sudah berapa yang harus dikeluarkan. Untuk operasional saja kita harus pintar-pintar mengalokasikannya,” katanya.
BACA JUGA: Orang Tua Siswa SD Terdampak Bencana di Bandung Barat Menjerit
Hal ini karena anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kementrian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dirasa tidak mencukupi untuk semua kebutuhan di sekolah tersebut. Karena itu ia meminta pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan sekolah di pelosok seperti SDN Cikapundung 1.
“Itu kesulitan kami karena anggaran, kemudian pemenuhan kebutuhan buku pelajaran juga kan disesuaikan dengan keuangan. Saya berharap perhatian dari pemerintah daerah. Karena kami minim dana Bos untuk daerah terpencil mah mohon di bedakan jadi ada tambahan begitu. Kita kan belum bisa merealisasikan pemeliharaan sekolah, nah minimal ada tambahan untuk itu,” harap Tjetjep.
“Sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek BOS itu satu siswa untuk sekolah dasar itu Rp 960.000 untuk satu tahun di kali 60 jadi sekitar Rp 74 jutaan untuk satu tahun. Satu semester itu Rp34 juta dibagi enam bulan itu diangka Rp5 jutaan satu bulan. Itu untuk uang operasional sekolah untuk pembayaran pegawai honorer, barang jasa seperti listrik internet,” pungkasnya.
(Tri/Usk)