BANDUNG,TM.ID: Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M. Romahurmuziy (Romi) mengungkapkan perolehan suara partainya terdapat perbedaan angka yang cukup signifikan antara total perolehan suara nasional yang ditampilkan di layar pleno KPU dengan pembandingan di beberapa dapil.
Menurut data internal yang tersedia, perolehan suara PPP melebihi ambang batas parlemen, yaitu di atas 4 persen.
Oleh sebab itu, saat ini PPP sedang mempersiapkan tindakan hukum untuk mengajukan gugatan ke Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi dengan tujuan memulihkan suara yang telah dikurangi dari PPP di beberapa daerah pemilihan.
Ia menyampaikan bahwa Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP menolaknya setelah melakukan penelitian dan perbandingan yang cermat terhadap rekapitulasi dari setiap daerah pemilihan (dapil), yang telah dipresentasikan dalam rapat pleno nasional dari tanggal 8 hingga 20 Maret 2024.
“DPP sudah diminta menarik seluruh saksi PPP di KPU dan tidak menandatangani hasil pleno KPU sebagai bagian dari penggunaan hak konstitusional partai,” kata Romi, di Jakarta, mengutip antara, Jumat (22/3/2024).
Menurutnya, masalah tersebut muncul setelah terjadinya pencoblosan pemilu.
“Bahwa PPP menghormati hasil kerja seluruh unsur penyelenggara pemilu di semua tingkatan,” ungkap Romi.
Diketahui bahwa KPU RI telah mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 yang menetapkan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024 pada hari Rabu, tanggal 20 Maret 2024.
Dalam pengumuman tersebut, PPP meraih 5.878.777 suara, yang setara dengan 3,87 persen dari total suara sah nasional sebanyak 151.796.631 suara.
Oleh sebab itu, PPP tidak memenuhi persyaratan ambang batas parlemen, yang menetapkan bahwa jumlah suara yang diperoleh harus mencapai 4 persen atau lebih untuk mendapatkan kursi di Senayan.
Partai Persatuan Pembangunan
Partai Persatuan Pembangunan (PPP atau P3) merupakan sebuah partai politik yang beroperasi di Indonesia.
Saat dibentuk pada tanggal 5 Januari 1973, partai ini terbentuk dari penggabungan empat partai keagamaan, yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI).
Mohammad Syafa’at Mintaredja menjabat sebagai Ketua sementara pada saat itu. Penggabungan keempat partai keagamaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan struktur partai politik di Indonesia dalam menghadapi Pemilihan Umum pertama pada masa Orde Baru tahun 1973.
BACA JUGA: PPP: Pertemuan Jokowi dan 6 Ketum Partai Koalisi Tak Bahas Capres 2024
Karena identifikasi kuat dengan politik agama Islam yang ditunjukkan oleh logo partainya, PPP secara luas dikenal sebagai Partai Ka’bah.
Visi PPP
Menurut situs resmi PPP, visi partai adalah “Mewujudkan masyarakat yang taat kepada Allah SWT dan negara Indonesia yang adil, sejahtera, moral, demokratis, dengan supremasi hukum yang kokoh, penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), serta menghormati martabat manusia dan keadilan sosial yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Islam”.
(Vini/Usk)