BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Untuk mendukung literasi keuangan, Universitas Indonesia (UI) melalui Digital Financial Center (DFC) dan Program Pendidikan Vokasi, berkolaborasi dengan Center for Indonesia Policy Studies (CIPS), mengadakan seminar tentang literasi keuangan.
Dengan tajuk “CIPS Learning Hub Goes to Campus” pada Kamis (12/9/2024) di Kampus Vokasi UI, acara ini ditujukan kepada wirausahawan gen Z dan mahasiswa, dengan tema “Wirausaha Muda yang Cerdas Finansial.”
Menurut data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2022, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih berada di angka 49,68%.
Oleh karena itu, diperlukan adanya program literasi keuangan yang menyasar masyarakat, khususnya gen Z yang populasinya mencapai 74,93 juta jiwa.
Seminar tersebut menghadirkan sejumlah tokoh bisnis, antara lain Zaki Jauhar, Direktur Keuangan Nibras Corp; Muhammad Nidhal, peneliti CIPS; serta Dede Suryanto, akademisi dan ahli keuangan digital.
Mereka berhasil mengidentifikasi berbagai masalah penting terkait literasi keuangan di kalangan wirausaha gen Z, seperti rendahnya penerapan literasi keuangan dalam bisnis, serta pelaku UMKM yang masih mencampur catatan keuangan usaha dengan keuangan pribadi.
Zaki menyoroti pentingnya pemahaman tentang manajemen keuangan bagi para wirausahawan, terutama dalam membuat keputusan terkait pendanaan. Ia juga mengimbau agar para pelaku usaha lebih waspada saat memanfaatkan dana dari fintech.
“Pemanfaatan dana dari fintech harus dihitung dengan cermat agar tidak menimbulkan risiko keuangan bagi bisnis mereka. Banyak pelaku UMKM terjebak dalam pinjaman fintech dengan bunga tinggi tanpa mereka sadari,” ujar Zaki, mengutip laman resmi UI, Jumat (18/10/2024)
Menanggapi banyaknya penawaran produk secara online di platform e-commerce, Nidhal menjelaskan gen Z kerap bersikap konsumtif karena tergoda oleh beragam promo di marketplace dan media sosial. Ia menekankan pentingnya kemampuan mengendalikan diri dalam mengelola keuangan untuk menghindari perilaku belanja impulsif.
“Sebaiknya buat akun media sosial khusus untuk belanja agar tidak tergoda oleh algoritma e-commerce. Kunci pengendalian diri adalah membuat perencanaan keuangan yang baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,” ujar Nidhal.
Sesuai dengan pandangan Zaki dan Nidhal, Dede menjelaskan bahwa literasi keuangan diawali dengan memahami produk keuangan, termasuk fungsinya, manfaatnya, serta aspek keamanannya dalam penggunaan.
“Penting juga untuk memastikan apakah produk keuangan tersebut memiliki izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan agar terhindar dari risiko di kemudian hari. Jika aman dan bermanfaat, produk tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” jelas Dede.
Di penghujung diskusi, Dede, yang juga menjabat sebagai Ketua Digital Financial Center Vokasi UI, menekankan literasi keuangan adalah tanggung jawab bersama. Ia menyatakan pemerintah, lembaga pendidikan, pelaku industri keuangan, serta masyarakat perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi keuangan.
BACA JUGA: Sejarah dan Jalur Masuk Universitas Indonesia (UI)
“Gen Z harus cerdas secara finansial, teliti, dan bijaksana dalam memanfaatkan produk keuangan digital dalam kehidupan sehari-hari,” tutup Dede.
(Virdiya/Budis)