BANTEN, TEROPONGMEDIA.ID — Sedikitnya 28 warga Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, menjadi korban gigitan ular tanah berbisa dalam beberapa waktu terakhir. Dua di antaranya meninggal dunia akibat tidak mendapat penanganan medis yang tepat.
Ketua Sahabat Relawan Indonesia (SRI), Muhammad Arif Kirdiat, menyebut bahwa kasus gigitan ular tanah berbisa sudah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Badui, terutama saat mereka membuka lahan pertanian di dalam hutan.
“Setiap bulan selalu ada warga yang menjadi korban gigitan ular tanah. Aktivitas warga Badui yang hampir seluruhnya bersentuhan langsung dengan alam membuat risiko itu tidak terhindarkan,” kata Arif dikutip dari Antara, Jumat (9/5).
Menurut Arif, gigitan ular tanah termasuk yang paling mematikan jika tidak segera ditangani secara medis. Namun dalam praktiknya, banyak masyarakat Badui yang masih mengandalkan pengobatan tradisional, seperti jampi-jampi, untuk mengatasi luka akibat gigitan. Hal ini memperbesar risiko kematian karena bisa ular menyebar dengan cepat dalam tubuh manusia.
Edukasi dan Penyediaan Serum
Merespons kondisi tersebut, Sahabat Relawan Indonesia mulai mengintensifkan edukasi kepada masyarakat Badui tentang pencegahan dan penanganan gigitan ular berbisa. Edukasi itu mencakup dua strategi utama. Pertama, bagaimana menghindari serangan ular saat berada di kawasan hutan. Kedua, bagaimana memberikan penanganan medis yang benar saat terjadi gigitan.
“Kami tekankan bahwa korban gigitan ular harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan dan tidak lagi bergantung pada cara-cara tradisional yang terbukti tidak efektif,” ujar Arif.
Guna menunjang langkah tersebut, pihaknya juga berencana mendatangkan serum anti-bisa ular dari Thailand. Negara tersebut diketahui merupakan produsen utama serum anti-bisa ular dunia, sehingga ketersediaannya lebih terjamin.
Selama ini, satu-satunya produsen serum anti-bisa ular di Indonesia adalah PT Bio Farma yang berbasis di Bandung. Namun karena kapasitas produksi yang terbatas, sering kali terjadi kelangkaan serum, khususnya di daerah-daerah terpencil seperti Kanekes, wilayah tempat komunitas Badui bermukim.
“Kami berharap, dengan mendatangkan serum dari Thailand, kebutuhan mendesak ini bisa segera teratasi,” kata Arif.
Baca Juga:
Gagal Nanjak Bus Sekolah Terguling, Puluhan Santri Luka-luka
Desakan ke Pemerintah Daerah
Kepala Desa Kanekes, Djaro Oom, menuturkan bahwa kasus gigitan ular sudah menjadi persoalan rutin yang dihadapi warganya, khususnya saat musim tanam atau pembukaan lahan baru. Ia berharap Pemerintah Provinsi Banten turut ambil bagian dalam penyediaan obat penawar bisa ular di fasilitas kesehatan terdekat.
“Setiap tahun kami selalu menghadapi masalah ini. Kami minta agar puskesmas bisa dilengkapi dengan stok serum anti-bisa ular. Kalau tidak, akan terus ada korban,” kata Djaro Oom saat berbincang dengan Gubernur Banten Andra Soni dalam acara Seba Badui, pertemuan tahunan antara masyarakat adat Badui dan pemerintah daerah.
Seba sendiri merupakan tradisi tahunan di mana masyarakat Badui menyampaikan aspirasi dan laporan kehidupan mereka selama satu tahun kepada pemimpin daerah. Salah satu isu utama yang mereka bawa tahun ini adalah persoalan kesehatan dan keselamatan warga dari ancaman gigitan ular berbisa.
(Dist)