CIREBON, SUAR MAHASISWA — Di tengah cepatnya perubahan zaman, hadirnya teknologi yang mengubah wajah kehidupan manusia, serta tantangan hidup yang kian kompleks, ada tiga keterampilan yang tetap relevan dan dibutuhkan kapan pun dan di mana pun: kemampuan bersosialisasi, kegemaran belajar, dan kesabaran dalam mencapai tujuan maupun menghadapi tekanan. Ketiganya bukan sekadar keterampilan teknis atau akademik, melainkan fondasi karakter dan kecerdasan sosial-emosional manusia yang tak lekang oleh waktu. Pendidikan yang sejati—baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat—harus diarahkan untuk membentuk dan mengembangkan ketiga keterampilan lintas zaman ini.
1. Kemampuan Bersosialisasi: Dasar Kehidupan Bermasyarakat
Manusia adalah makhluk sosial. Sejak lahir, manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Kemampuan bersosialisasi—yang meliputi komunikasi, empati, kerja sama, dan kepekaan sosial—menjadi bekal utama untuk menjalani kehidupan di tengah masyarakat yang beragam.
Di dunia kerja, kecakapan bersosialisasi menentukan kemampuan seseorang bekerja dalam tim, membangun jaringan, dan menyelesaikan konflik. Dalam kehidupan keluarga, ia menjadi kunci keharmonisan dan pengasuhan anak. Dalam ruang publik, keterampilan ini menjaga keberlangsungan nilai-nilai toleransi, saling menghargai, dan gotong royong.
Namun, di era digital saat ini, kemampuan bersosialisasi kerap tergerus oleh interaksi virtual yang dangkal. Banyak anak muda lebih nyaman berkomunikasi lewat gawai daripada bertatap muka. Maka dari itu, pendidikan—baik di rumah maupun di sekolah—perlu menyeimbangkan antara kecakapan digital dan keterampilan sosial konvensional. Anak-anak perlu dilatih untuk berdialog, berempati, mendengarkan, serta memahami keberagaman dalam kehidupan nyata.
2. Gemar Belajar: Motor Pengembangan Diri Sepanjang Hayat
Dunia terus berubah. Pengetahuan yang kita miliki hari ini bisa jadi usang besok. Oleh karena itu, kegemaran belajar menjadi keterampilan kunci agar seseorang mampu beradaptasi, memperbarui diri, dan tetap relevan di berbagai bidang.
Belajar tidak terbatas pada pendidikan formal. Orang yang gemar belajar akan selalu haus pengetahuan, senang mencari tahu, terbuka terhadap ide baru, dan tidak takut mencoba hal-hal yang belum ia kuasai. Mereka inilah yang nantinya menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner), yang mampu bertahan dan berkembang dalam berbagai situasi.
Sayangnya, sistem pendidikan kita masih terlalu sering menekankan hafalan dan nilai ujian daripada proses belajar itu sendiri. Akibatnya, banyak siswa yang merasa belajar adalah beban, bukan kebutuhan. Di sinilah peran penting keluarga dan masyarakat. Orang tua yang memberikan teladan sebagai pembelajar, guru yang mengajar dengan metode yang menyenangkan, dan lingkungan yang kaya akan sumber belajar akan menumbuhkan kegemaran belajar secara alami dalam diri anak.
3. Sabar Mencapai Tujuan dan Menghadapi Tekanan: Kunci Ketangguhan Mental
Dalam hidup, tidak semua berjalan sesuai rencana. Ada rintangan, penolakan, kegagalan, dan tekanan. Di sinilah kesabaran memainkan peran penting. Sabar bukan berarti pasrah atau lemah, melainkan kemampuan untuk bertahan, fokus pada tujuan jangka panjang, dan tidak mudah menyerah meski menghadapi kesulitan.
Sabar dalam mencapai tujuan adalah bentuk komitmen terhadap proses. Ia menuntut konsistensi, kerja keras, dan keyakinan bahwa hasil baik memerlukan waktu. Sementara itu, sabar dalam menghadapi tekanan adalah tanda ketangguhan mental (resilience)—kemampuan untuk tetap tenang, berpikir jernih, dan bangkit dari keterpurukan.
Sayangnya, budaya instan yang marak saat ini membuat banyak orang kehilangan daya tahan. Generasi muda dibombardir oleh gambaran kesuksesan cepat di media sosial, tanpa melihat proses panjang di baliknya. Jika tidak didampingi dengan benar, mereka bisa mudah frustrasi saat realitas tidak seindah ekspektasi.
Oleh karena itu, pendidikan dalam keluarga dan sekolah harus membangun daya tahan mental anak sejak dini. Orang tua dan guru perlu mengajarkan bahwa kegagalan bukan aib, melainkan bagian dari perjalanan menuju keberhasilan. Anak-anak perlu diberi ruang untuk mencoba, gagal, lalu belajar bangkit kembali.
Pendidikan yang Holistik dan Relevan
Pendidikan akan berhasil jika mampu menanamkan tiga keterampilan dasar ini secara holistik. Sekolah bukan hanya tempat mentransfer ilmu, tapi juga laboratorium kehidupan sosial dan karakter. Keluarga bukan hanya tempat berlindung, tetapi juga madrasah pertama pembentukan kepribadian. Masyarakat bukan sekadar latar belakang sosial, tetapi ekosistem yang membentuk nilai dan kebiasaan hidup.
Untuk itu, kolaborasi antara ketiga lingkungan pendidikan ini sangat penting. Sekolah perlu bersinergi dengan orang tua dan komunitas dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pembentukan karakter dan keterampilan hidup. Kurikulum pendidikan sebaiknya juga memberi ruang besar bagi pembelajaran sosial-emosional, bukan hanya akademik semata.
Pendidikan masa depan bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang membentuk manusia utuh: yang mampu bersosialisasi dengan baik, tidak berhenti belajar, dan tangguh dalam menghadapi tantangan hidup. Tiga keterampilan dasar lintas zaman inilah yang akan membuat manusia tetap relevan, produktif, dan bahagia di dunia yang terus berubah.
Penulis: Muhamad Hijar Ardiansah, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon