BANDUNG, SUAR MAHSISWA AWARDS — Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong resmi mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam perkara dugaan korupsi impor gula. Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, menegaskan kliennya tidak bersalah dan tidak memiliki niat merugikan negara.
“Dia meyakini tidak melakukan kesalahan dan tidak ada kerugian negara,” ujar Ari, Selasa (22/7/2025). Menurutnya, perkara yang menjerat Tom semestinya diuji melalui hukum administrasi negara, bukan pidana.
Vonis terhadap Tom Lembong dibacakan pada Jumat (18/7) lalu. Ia dinyatakan bersalah melanggar ketentuan dalam penerbitan izin impor gula kristal mentah (GKM) kepada delapan pabrik swasta tanpa melalui mekanisme koordinasi lintas kementerian sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 117 Tahun 2015.
Majelis hakim menyatakan bahwa tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 194 miliar yang seharusnya menjadi keuntungan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), sebuah BUMN. Meski demikian, Tom tidak dibebani uang pengganti karena hakim menilai ia tidak menikmati hasil dari tindak pidana tersebut.
“Faktanya, terdakwa tidak memperoleh keuntungan pribadi dari perbuatan tersebut,” kata hakim dalam persidangan.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung menghormati langkah banding yang diambil Tom Lembong. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa jaksa penuntut umum juga memiliki waktu 7 hari untuk menentukan sikap.
“Banding adalah hak terdakwa. Jika penasihat hukum banding, jaksa juga akan menyiapkan memori banding dan kontra memorinya,” ucap Anang.
Tom Lembong dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara serta denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Meski tidak menikmati hasil korupsi, hakim menilai unsur-unsur pelanggaran dalam Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor telah terpenuhi, termasuk adanya kerugian keuangan negara.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kebijakan strategis nasional terkait impor pangan. Proses hukum selanjutnya akan ditentukan melalui upaya banding di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
Penulis:
Adrian Bhadrakara