Terapkan Kebijakan Makro, CIPS: Indonesia Relatif Aman dari Resesi

Indonesia relatif aman dari resesi melalui penerapan kebijakan makro yang responsif seperti pengendalian inflasi. Resesi diperkirakan baru akan berakhir pada akhir 2023 atau awal 2024.(web)

Bagikan

JAKARTA,TM.ID : Indonesia relatif aman dari resesi melalui penerapan kebijakan makro yang responsif seperti pengendalian inflasi. Resesi diperkirakan baru akan berakhir pada akhir 2023 atau awal 2024.

Hal tersebut dikatakan oleh Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/1/2023).

“Misalnya saja, untuk mengontrol inflasi, Indonesia tidak hanya menggunakan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan BI, tapi juga dibarengi dengan menjaga keterjangkauan harga pangan di pasar dan di tingkat petani,” kata Hasran.

Resesi adalah memburuknya kondisi perekonomian negara selama dua kuartal berturut-turut yang ditandai dengan penurunan produk domestik bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, dan penurunan produktivitas di sektor riil.

“Penyebab utama resesi ekonomi kali ini adalah naiknya suku bunga bank sentral negara-negara kekuatan utama dunia sebagai upaya menekan inflasi,” ujarnya.

Hasran menuturkan dampak dari kebijakan makro yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengendalikan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi terlihat dari tingkat inflasi Indonesia yang berada di kisaran 5 persen sepanjang 2022 dengan tingkat suku bunga acuan kisaran 5,5 persen.

Di sisi lain, rasio utang terhadap PDB Indonesia berada di kisaran 30,1 persen, jauh dari batas aman 60 persen yang ditetapkan dalam undang-undang.

Cadangan devisa Indonesia juga berada dalam kategori aman, yakni setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Namun, ia mengatakan sektor perdagangan sangat mungkin terdampak resesi global sehingga bisa menghentikan surplus neraca perdagangan yang sempat diraih Indonesia sejak awal 2020.

Surplus yang disebabkan oleh naiknya harga-harga komoditas seperti batu bara, nikel, dan crude palm oil (CPO) akan terhenti karena penurunan permintaan dan harga untuk komoditas tersebut di pasar global.

Kondisi itu akan membuat industri membayar biaya bunga pinjaman yang lebih tinggi. Untuk meminimalisir hal tersebut, industri akan lebih memilih mengurangi produksinya dan mengurangi jumlah tenaga kerja.

“Kondisi ini akan menyebabkan berkurangnya daya beli karena masyarakat akan memprioritaskan konsumsinya pada hal-hal yang dianggap penting. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan sektor-sektor terkait,” tuturnya.

BACA JUGA: Resolusi Jokowi di 2023: Indonesia Tak Terimbas Resesi global

Sementara itu, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa semenjak pulih dari pandemi COVID-19, data kemiskinan per Maret 2022 menunjukkan penurunan sebesar 0,60 persen dibanding Maret 2021. Namun, ketika inflasi menghantam perekonomian, kemiskinan kembali meningkat sebesar 0,03 persen di September 2022.

Masyarakat berpenghasilan rendah harus mengalokasikan konsumsinya pada pos-pos yang lebih penting berdasarkan skala prioritas, seperti mengurangi pengeluaran di luar konsumsi pangan. Pada saat yang sama, pemerintah perlu mempertimbangkan alokasi bantuan sosial yang lebih terarah dan lebih menyasar masyarakat berpenghasilan rendah.

Berkurangnya permintaan di Eropa dan Amerika sebagai dampak dari krisis biaya hidup itu akan mempengaruhi produksi dan margin perusahaan-perusahaan multinasional atau perusahaan manufaktur di Indonesia.

“Dalam masa ini, perusahaan akan bisa saja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sedangkan lapangan pekerjaan baru yang dibuka akan lebih sedikit,” ujar Hasran.

Sebelumnya, untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi, Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan dengan sejumlah langkah, antara lain memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga secara terukur di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR.

Suku bunga acuan BI alias BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) naik sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen pada Kamis (19/1).

Stabilisasi nilai tukar rupiah juga diperkuat sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama inflasi barang impor, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Instrumen operasi moneter valas berupa term deposit valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga diimplementasikan sebagai instrumen penempatan DHE oleh eksportir melalui bank kepada Bank Indonesia.

(Budis)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
jetour g700
Jetour Pamerkan Jetour G700, SUV Amfibi!
Boruto Season 2
Setelah 2 Tahun Vakum, Boruto Comeback dengan Season 2!
Peran Utama Film Gundik
Awalnya Bukan Luna Maya! Anggy Umbara Bocorkan Fakta di Balik Pemilihan Peran Utama Film Gundik
noel sidak
Viral, Noel Dicueki saat Sidak Kantor di Pekanbaru: Kayak di Surabaya?
MPL ID
MPL ID x NBA, Saat Esports dan Basket Bersatu di Satu Arena
Berita Lainnya

1

Bupati Cirebon Luncurkan Program 'DAKOCAN'

2

Gedung BPJS Kesehatan Cempaka Putih Jakarta Pusat Kebakaran, 19 Unit Mobil Pemadam Dikerahkan

3

Daftar Pajak Isuzu Panther, Semua Tipe Lengkap!

4

Daftar Pajak Kijang Diesel, Semua Tipe Lengkap!

5

Pemain yang Diincar dalam Tim Prabowo
Headline
pemain sirkus OCI
Kisah Tragis Mantan Pemain Sirkus OCI, Disetrum Hingga Makan Kotoran
Mahasiswa HI Unair
Tembus KBRI Turki! Mahasiswa HI UNAIR Ungkap Serunya Magang di Ankara
ASN jakarta wajib naik angkutan umum
Pergub Terbaru, ASN Jakarta Wajib Naik Angkutan Umum Tiap Rabu!
bukalapak defisit
Bukalapak Defisit Rp 10 Triliun, BEI Pertanyakan Keputusan Buyback Saham

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.