BOGOR, TEROPONGMEDIA.ID — Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencatatkan pencapaian bersejarah dalam dunia konservasi dengan berhasil mengembangbiakkan dan menetaskan empat ekor kodok merah (Leptophryne cruentata) untuk pertama kali di luar habitat aslinya.
Spesies endemik Pulau Jawa yang tergolong sangat langka dan terancam punah ini kini menandai tonggak penting dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.
Direktur TSI, Jansen Manansang, menyebut keberhasilan tersebut sebagai langkah luar biasa dalam penyelamatan satwa yang kian langka.
Kodok merah jantan yang terlibat dalam proses perkawinan diketahui mengeluarkan suara unik yang belum pernah tercatat sebelumnya oleh ilmuwan.
Sementara itu, jumlah telur yang dihasilkan betina dalam satu kali bertelur berkisar antara 50 hingga 150 butir, tergolong sedikit, mencerminkan strategi reproduksi selektif spesies ini yang hidup dalam wilayah terbatas.
Keberhasilan ini dicapai melalui upaya panjang dalam menciptakan kondisi lingkungan buatan yang menyerupai habitat asli kodok merah di pegunungan Jawa Barat.
TSI mereplikasi suhu, kelembapan, serta faktor mikrohabitat lainnya secara cermat demi mendorong keberhasilan reproduksi.
Menurut Direktur TSI, Jansen Manansang, hasil ini menunjukkan dedikasi TSI dalam mendukung konservasi baik di tingkat nasional maupun global.
BACA JUGA
Keluarga Nekat Keluar Mobil di Taman Safari, Abaikan Peringatan
Terbongkar! Perdagangan Internasional Bagian Tubuh Satwa Dilindungi di Sukabumi
Kodok Merah yang Terancam Punah
Kodok merah saat ini dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, dan menjadi representasi penting dari tantangan pelestarian spesies yang menghadapi ancaman serius akibat degradasi habitat dan perubahan iklim.
Jansen menambahkan bahwa keberhasilan ini diharapkan bisa menjadi model bagi pengembangbiakan spesies langka lainnya dan mendukung program pelepasliaran di masa mendatang.
“Ini merupakan pencapaian luar biasa dalam upaya penyelamatan salah satu permata alam langka Indonesia,” kata Jansen, mengutip Antara, Kamis (17/4/2025).
Vice President Life Science TSI, dr Bongot Huaso Mulia, menyampaikan bahwa seluruh proses reproduksi hingga metamorfosis kodok merah berhasil didokumentasikan oleh tim konservasi TSI.
Dokumentasi tersebut mencakup tahap awal perkembangan telur dari hari ke-0 hingga ke-4, kemudian fase pembentukan mulut dan organ dalam dari hari ke-6 hingga ke-18 saat berudu mulai aktif mencari makan.
Pada hari ke-60 hingga ke-76, perubahan morfologis besar mulai tampak dengan tumbuhnya kaki belakang yang kemudian diikuti kaki depan.
Berudu menyelesaikan fase metamorfosis antara hari ke-90 hingga ke-95, mulai melangkah ke darat dengan ekor yang berangsur-angsur menyusut. Proses adaptasi penuh terhadap kehidupan darat selesai pada hari ke-100.
Menurut dr Bongot, dokumentasi menyeluruh ini memiliki nilai ilmiah tinggi dan membuka pemahaman baru tentang faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan reproduksi kodok merah, terutama kualitas air dan spesifikasi mikrohabitat.
Spesies ini, yang juga dikenal dengan sebutan “Bleeding Toad” karena warna merah mencolok pada tubuhnya, hanya ditemukan di beberapa lokasi terbatas di Pulau Jawa dan masuk dalam daftar merah IUCN sebagai spesies dengan status “kritis” atau hampir punah.
(Aak)