JAKARTA,TM.ID: Tidak lama lagi, bangsa Indonesia akan memasuki tahun pemilu yang menjadi momen penting dalam demokrasi. Pemilu kali ini memiliki tantangan khusus, yaitu berlangsung di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Teknologi AI telah berkembang pesat dalam beberapa bulan terakhir, dan kualitas konten yang dihasilkan oleh AI, baik dalam bentuk teks, foto, maupun video, semakin sulit untuk dibedakan dengan yang asli. Hal ini membuka potensi munculnya misinformasi dan penyalahgunaan yang sangat tinggi.
Dirangkum dari berbagai sumber, mari kita bahas beberapa contoh konten berbasis AI yang perlu kita waspadai.
1. Deepfake
Deepfake adalah jenis konten yang menggunakan wajah seseorang dan menggabungkannya dengan konten palsu atau buatan. Teknologi deepfake bukan hal baru, tetapi kemajuan AI saat ini memungkinkan hasil yang sangat akurat dengan cara yang relatif mudah. Situs seperti deepfakesweb.com bahkan menawarkan pembuatan video deepfake dengan biaya yang terjangkau.
Proses pembuatan deepfake menjadi semakin mudah dengan cukup mengunggah beberapa video asli dari tokoh yang ingin dipalsukan. Dengan mudahnya mengakses jejak digital tokoh politik, video dengan wajah mereka dapat dengan cepat disalahgunakan. Tidak hanya video, foto tokoh politik juga dapat dengan mudah dimanipulasi. Dengan cara yang begitu sederhana, potensi penyebaran foto palsu yang meresahkan masyarakat menjadi semakin nyata.
2. Social Bot
Social bot adalah perangkat lunak yang secara sistematis menyebarkan konten disinformasi di media sosial. Bot ini berusaha mempengaruhi berbagai percakapan di media sosial dengan harapan mengubah persepsi publik terhadap suatu isu.
Di era AI, social bot diperkirakan akan menjadi lebih sulit dihentikan karena beberapa faktor. Pertama, AI memungkinkan social bot beroperasi dengan skala dan kecepatan yang jauh lebih tinggi. Teknologi AI juga memungkinkan konten yang lebih manusiawi, karena dapat memahami konteks percakapan dengan lebih baik.
Dalam hal konten berbentuk teks, AI juga dapat digunakan untuk menciptakan artikel misinformasi. Keunggulan teknologi AI terletak pada kemampuannya untuk menciptakan artikel yang menarik dan meyakinkan dalam skala besar.
3. Microtargeting
Microtargeting merujuk pada upaya menargetkan kelompok kecil yang memiliki ketertarikan yang serupa. Dalam konteks misinformasi, microtargeting menjadi efektif dalam menyebarkan berita bohong yang relevan dengan kelompok tersebut. Misalnya, kelompok yang peduli dengan kesehatan dapat diberikan berita bohong tentang kandidat yang dianggap anti vaksin.
Di era AI, microtargeting dapat menjadi lebih fokus dalam memilah segmen-segmen masyarakat. Ketika dikombinasikan dengan kemampuan AI untuk menciptakan konten yang lebih manusiawi, proses microtargeting ini menjadi semakin efektif dalam memengaruhi pendapat masyarakat.
Menghadapi pemilu yang semakin mendekat, kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyalahgunaan teknologi AI dalam menyebarkan misinformasi. Semua pihak yang terlibat dalam pemilu, baik penyelenggara pemilu, partai politik, maupun masyarakat, harus memahami risiko yang mungkin terjadi.
Langkah-langkah penting perlu diambil untuk melindungi integritas pemilu dan memastikan bahwa masyarakat memiliki akses yang jelas ke informasi yang akurat dan tidak tertipu oleh konten palsu yang dihasilkan oleh AI. Dalam menghadapi tantangan ini, edukasi publik, literasi digital, dan pengawasan yang ketat adalah kunci untuk memastikan pemilu yang adil dan demokratis.
(Budis)