BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyuarakan keprihatinannya mengenai kekurangan bahan bakar di Jalur Gaza. Mereka juga mengatakan bahwa, Israel masih tidak mengizinkan bahan bakar bagi bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah itu.
“Kurangnya listrik dan bahan bakar terus berdampak pada penyedia layanan dasar, termasuk rumah sakit, ambulans, toko roti, dan truk bantuan,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, Selasa (16/7).
Dia menyebutkan bahwa dalam dua minggu terakhir PBB mampu mengumpulkan rata-rata 80.000 liter bahan bakar per hari, yaitu sekitar 45.000 liter setiap hari dalam dua minggu terakhir Juni.
Kenaikan ini menunjukkan kemajuan, kata Dujarric memperingatkan, kebutuhan bahan bakar untuk operasi kemanusiaan yang paling mendasar adalah 400.000 liter per hari.
“… dan pihak berwenang Israel masih tidak mengizinkan alokasi bahan bakar untuk para pekerja kemanusiaan lokal, sehingga mencegah mereka mentransfer pasokan di Gaza,” ujarnya.
Terkait serangan udara di Gaza, dia mengatakan serangan tersebut telah menewaskan dan melukai puluhan korban.
“Salah satu serangan terjadi hanya beberapa ratus meter dari Pusat Operasi Kemanusiaan Gabungan di Deir al Balah yang digunakan oleh PBB dan mitra LSM kami,” tuturnya.
Dujarric juga mengatakan bahwa, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa aliran keluarga yang mengungsi dari Kota Gaza ke Deir al Balah terus terjadi. Sedikitnya ada 1.000 orang yang menyeberang dalam seminggu terakhir.
Israel mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB soal pelaksanaan gencatan senjata segera. Mereka telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus dilancarkan di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
BACA JUGA: Israel Makin Liar, Indonesia Kutuk Serangan di Kamp Al-Mawasi Gaza
Sejak itu lebih dari 38.700 warga Palestina terbunuh mereka sebagian besar perempuan dan anak-anak, parahnya sudah lebih dari 89.000 orang terluka.
Sembilan bulan setelah serangan Israel berlangsung, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah blokade yang melumpuhkan akses pada makanan, air bersih, dan obat-obatan.
(Kaje/Budis)