BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Salah satu teori manajemen strategis yang banyak dipergunakan perusahaan dalam konteks bisnis adalah teori yang di tulis oleh Michael E. Porter yang memperkenalkan konsep Generic Strategies yang mencakup 3(tiga) strategi utama untuk meraih keunggulan bersaing: Cost Leadership, Differentiation, dan Focus. Strategi cost leadership menjadi salah satu pendekatan utama bagi perusahaan yang ingin mendominasi pasar melalui harga yang lebih rendah dibandingkan pesaing, dengan tetap menjaga profitabilitas melalui efisiensi operasional.
Dalam dunia bisnis yang kompetitif, strategi cost leadership menjadi salah satu pendekatan yang dapat diandalkan untuk mencapai keunggulan kompetitif dengan fokus pada pengendalian biaya produksi dan operasional. Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk menawarkan produk atau jasa dengan harga lebih rendah dibandingkan pesaing, sementara tetap mempertahankan margin keuntungan yang memadai.
Strategi cost leadership tidak sekadar menurunkan harga jual, tetapi menekankan efisiensi biaya di seluruh aktivitas rantai nilai (value chain), termasuk produksi, logistik, distribusi, dan pemasaran. Perusahaan yang mampu menerapkan strategi ini secara efektif dapat meraih pangsa pasar yang besar, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, di mana sensitifitas konsumen terhadap harga tergolong tinggi.
Namun, keberhasilan penerapan strategi ini tidak selalu dijamin, seperti yang terlihat dari pengalaman beberapa perusahaan di Indonesia. Keberhasilan implementasi strategi ini bergantung pada banyak faktor, mulai dari skala produksi, efisiensi operasional, desain produk standar yang mudah di produksi secara massal, akses ke sumber daya yang murah, hingga pengelolaan rantai pasok.

PT. Indofood Sukses Makmur adalah contoh ideal penerapan cost leadership berdasarkan teori generic strategies Porter. Perusahaan ini berhasil membangun dominasi pasar dalam industri makanan dengan menekankan efisiensi biaya produksi yang tinggi. Melalui skala ekonomi yang besar dan manajemen rantai pasokan yang efisien, Indofood mampu menawarkan produk makanan dengan harga yang kompetitif tanpa mengorbankan kualitas.
Dengan struktur biaya yang efisien, Indofood mampu menjaga margin keuntungan meskipun bersaing pada segmen pasar bawah hingga menengah. Strategi ini sesuai dengan cost leadership strategy Porter, yang mentargetkan pasar yang luas dengan harga rendah dan biaya operasional seminimal mungkin.
Hal ini menjadikan Indofood sebagai pemimpin pasar yang tangguh dalam kategori produk makanan di Indonesia. Dengan pendekatan ini, Indofood bukan hanya menjadi pemimpin pasar di Indonesia, tetapi juga mengekspor produknya ke lebih dari 60 negara, dan menjadikannya salah satu ikon industri makanan Indonesia.
Berbeda dengan Indofood, PT. Sariwangi yang dahulu sangat dikenal melalui produk teh celup “Sariwangi”, gagal mempertahankan posisinya di pasar karena tidak mampu bersaing dari sisi harga dan efisiensi biaya. Seiring meningkatnya persaingan dan perubahan preferensi konsumen terhadap teh dalam kemasan modern serta produk lokal yang lebih murah, Sariwangi tidak melakukan inovasi proses produksi atau penghematan biaya yang signifikan, akibatnya biaya produksi menjadi tinggi karena tidak diimbangi dengan peningkatan efisiensi dan peningkatan nilai tambah sehingga Sariwangi tidak mampu menawarkan harga yang bersaing dengan merek lokal dan internasional. Dengan struktur biaya yang tinggi dan tidak efisien, Sariwangi tidak mampu menurunkan harga atau bersaing secara biaya.
Strategi ini bertolak belakang dari prinsip cost leadership, dan menyebabkan kehilangan pangsa pasar hingga akhirnya dinyatakan pailit. Sariwangi dinyatakan pailit pada tahun 2018. Kegagalan ini menunjukkan bahwa tanpa strategi biaya yang efisien, sebuah merek kuat pun bisa kehilangan daya saingnya.
Dalam konteks bidang jasa, PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. perusahaan maskapai penerbangan nasional Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjalankan strategi ini. Garuda Indonesia gagal dalam menerapkan/ menjalankan cost leadership secara efektif.
Sebagai maskapai full-service nasional, Garuda Indonesia menghadapi tantangan besar saat harus bersaing dengan maskapai berbiaya rendah (low-cost carriers) seperti Lion Air dan AirAsia Indonesia. Meskipun berusaha untuk mengendalikan biaya operasional, Garuda Indonesia masih menghadapi tekanan yang besar dari biaya bahan bakar dan biaya operasional lainnya. Akibatnya, meskipun ada upaya untuk menawarkan harga tiket yang lebih kompetitif, perusahaan ini belum mampu secara konsisten mencapai keuntungan yang stabil, terutama dalam persaingan dengan maskapai penerbangan berbiaya rendah yang muncul di pasar.
Garuda Indonesia tetap berada dalam jebakan biaya tinggi dan gagal menyesuaikan model bisnisnya. Menurut Porter, perusahaan yang berada di “tengah-tengah” (tidak fokus pada biaya rendah atau diferensiasi) akan kehilangan arah strategi dan mengalami kerugian, hal ini sangat relevan dengan kasus Garuda.
Sebagai perbandingan, Lion Air adalah contoh perusahaan jasa sejenis Garuda Indonesia yang berhasil menjalankan strategi cost leadership di sektor penerbangan. Lion Air fokus pada model Low-Cost Carrier (LCC) dengan efisiensi tinggi dan tarif tiket rendah.
Lion Air berhasil menerapkan strategi cost leadership ala Porter dengan sangat konsisten dalam industri jasa penerbangan dengan cara mengoperasikan pesawat dengan jenis yang sama (Boeing 737 Series) untuk efisiensi pemeliharaan, perawatan, dan pelatihan kru awak pesawat maupun yang di darat. Selain itu, Lion Air juga tidak menyediakan layanan tambahan gratis (makanan, hiburan, bagasi) dengan menekankan jumlah penumpang banyak, frekuensi penerbangan tinggi, dan tarif rendah yang menargetkan segmen pasar yang luas, khususnya kelas menengah bawah yang sangat sensitif terhadap harga.
Model bisnis ini sangat selaras dengan cost leadership strategy, di mana efisiensi dan harga rendah menjadi faktor kunci keunggulan bersaing. Lion Air mampu merebut pangsa pasar besar, bahkan dari maskapai premium seperti Garuda. Hasilnya, Lion Air mampu menjangkau segmen penumpang menengah ke bawah dan menjadi salah satu maskapai domestik terbesar di Indonesia.
Dalam kerangka Generic Strategies Michael Porter, strategi cost leadership menuntut komitmen tinggi terhadap efisiensi dan pengendalian biaya di seluruh rantai nilai. PT. Indofood dan Lion Air menunjukkan bagaimana strategi ini bisa diimplementasikan secara sukses dalam industri barang dan jasa. Sementara itu, PT. Sariwangi dan Garuda Indonesia menggambarkan risiko kegagalan ketika strategi ini tidak dijalankan secara konsisten atau jika perusahaan berada di tengah-tengah strategi tanpa arah yang jelas.
Penerapan strategi Porter harus disesuaikan dengan struktur industri, perilaku konsumen, dan kekuatan internal perusahaan. Tanpa pemahaman mendalam dan pelaksanaan yang tepat, strategi cost leadership bisa berubah dari keunggulan menjadi jebakan.
Dari beberapa kasus perusahaan di atas, dapat ditarik beberapa pelajaran penting. Pertama, kesuksesan strategi cost leadership tidak hanya bergantung pada pengendalian biaya, tetapi juga pada efisiensi operasional dan manajemen rantai pasokan yang baik. Perusahaan yang berhasil seperti Indofood menunjukkan pentingnya mengintegrasikan semua aspek ini secara holistik. Di sisi lain, kegagalan Garuda Indonesia menyoroti betapa pentingnya strategi diversifikasi dan adaptasi terhadap perubahan kondisi pasar yang dinamis.
Dalam konteks pasar Indonesia yang terus berkembang, strategi cost leadership tetap menjadi salah satu pilihan utama bagi perusahaan untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Namun, perusahaan-perusahaan harus belajar dari pengalaman sukses dan kegagalan lainnya, serta terus mengembangkan strategi yang sesuai dengan karakteristik dan tuntutan pasar yang ada.
Dengan demikian, implementasi strategi cost leadership bukanlah sekadar mengurangi biaya, tetapi juga tentang bagaimana perusahaan dapat secara efektif mengelola risiko dan memanfaatkan peluang untuk pertumbuhan jangka panjang.
Strategi cost leadership dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk meraih dan mempertahankan keunggulan kompetitif, terutama dalam pasar yang sensitif terhadap harga. Namun, keberhasilan strategi ini bergantung pada kemampuan perusahaan untuk menjaga efisiensi di seluruh lini operasi.
Penulis: Rektor Universitas INABA, Dr. Mochammad Mukti Ali, S.T., M.M.