BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID –Bangsa Indonesia menorehkan sejarah besar dengan proklamasi kemerdekaan pertama pada 79 tahun lalu.
Peristiwa ini terjadi di kediaman Presiden RI pertama, Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang menjadi saksi bisu lahirnya sebuah negara merdeka.
Kala itu, menjelang proklamasi dengan penuh kesederhanaan. Dalam biografinya yang ditulis oleh Cindy Adams berjudul “Penjambung Lidah Rakjat Indonesia”, Soekarno menceritakan bagaimana ia menerima selembar kertas dari sebuah buku catatan bergaris biru yang mirip dengan buku tulis anak sekolah.
Situasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Pertama oleh Soekarno
Di atas kertas itulah, dengan tangannya sendiri, Soekarno menuliskan kata-kata yang akan mengubah nasib bangsa Indonesia.
BACA JUGA: Livenia Pelajar Asal Kaltim Terpilih Bawa Baki Sang Saka Merah Putih di IKN
Soekarno menambahkan, pena yang digunakan untuk menulis teks proklamasi kemungkinan besar adalah pinjaman dari seseorang.
Detail ini mungkin tampak sepele, tetapi menggambarkan betapa sederhana dan terbatasnya sumber daya yang mereka miliki pada saat itu. Akan tetapi, dalam keterbatasan menjadi saksi bisu yang mengubah jalannya sejarah bangsa.
Tidak ada kemegahan atau kemeriahan yang menyertai proklamasi kemerdekaan Indonesia. Menurut Soekarno, proklamasi tidak disertai dengan tiupan terompet yang megah atau paduan suara merdu bak acara meriah di sebuah istana.
Jauh dari Kemegahan
Tidak ada upacara keagamaan yang khidmat, wartawan yang mengabadikan momen, atau pidato yang membakar semangat. Semua berlangsung dengan sangat sederhana, jauh dari kesan glamor.
Proklamasi tidak dilaksanakan di istana megah atau tempat bersejarah yang indah. Bertolak belakangan dengan itu, ia terjadi di sebuah kamar depan kecil di rumah seorang laksamana Jepang, di mana hanya beberapa orang yang hadir untuk menyaksikan momen penting ini.
Tidak ada pejabat berpakaian rapi atau wanita cantik dengan pakaian mewah yang hadir. Semuanya berlangsung dalam suasana yang sangat sederhana.
Kesederhanaan juga tercermin dalam perayaan setelah proklamasi. Soekarno mengingat bahwa tidak ada “pengangkatan gelas” untuk keselamatan, dan jika pun ada minuman yang disediakan, itu hanyalah air soda panas yang sebagai penyegar kembali mereka yang sudah kelelahan setelah mengorbankan waktu tidur.
Kesederhanaan ini bukan hanya menunjukkan kondisi pada saat itu, sekaligus juga menggambarkan betapa gentingnya situasi dan betapa mendesaknya keputusan untuk memproklamasikan kemerdekaan.
Dalam suasana yang serba terbatas dan penuh tekanan, mereka tetap maju dan mengambil langkah berani untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
(Saepul/Aak)