JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Anggota Komisi X DPR RI Illiza Sa’aduddin Djamal menegaskan, sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang sudah berjalan tujuh tahun ini, belum memberikan dampak yang baik.
Ia berharap, tahun 2025 mendatang muncul skema baru di bawah pemimpin yang baru, agar persoalan PPDB tidak lagi menjadi kendala untuk mengakses pendidikan di Indonesia.
“Saya inginkan tidak ada lagi persoalan pendidikan yang menjadi kendala, terutama bagi mereka yang kurang mampu,” ujar Illiza dalam keterangan resmi Parlementaria, dikutip Minggu (14/7/2024).
Menurutnya, penghapusan sistem zonasi dalam PPDB itu sebagaimana disampaikan ke Kemendikbudristek beberapa waktu lalu, yang akan diganti dengan skema baru.
Terlebih lagi, kata dia, selama ini banyak terjadi kasus jual beli hingga sogok-menyogok kursi untuk siswa-siswi baru. Masalah ini harus dievaluasi secara tegas, bahkan harus diberikan sanksi yang berat bagi para pelaku.
Politisi Fraksi PPP ini berharap jangan sampai ada lagi kesenjangan dalam dunia pendidikan apalagi sampai tidak bisa melanjutkan sekolah.
Ia menegaskan seharusnya wajib belajar 12 tahun sesuai program pemerintah sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dijalankan konsisten.
BACA JUGA: Cek, Ini Jadwal Daftar Ulang PPDB Jabar 2024 Tahap 2
Hal itu bertujuan memberikan layanan, perluasan, dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia sampai dengan usia 12 tahun alias sampai dengan jenjang pendidikan menengah atas.
“Jangan sampai dengan adanya aturan zonasi, jarak rumah yang sudah diatur pemerintah dengan persentase secara merata masih menyisakan persoalan terutama bagi masyarakat kurang mampu yang tidak bisa sekolah di negeri,” tegasnya.
Ia membandingkan dengan kasus yang terjadi di Kota Bandung Jawa Barat, terdapat temuan-temuan tentang PPDB yang kurang baik, sehingga oknum-oknum tersebut diberikan sanksi pemecatan.
“Mudah-mudahan ke depan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat aturan yang jelas dan sanksi tegas,” tutupnya.
(Aak)