BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Sirkuit Chang International di Buriram, Thailand, biasanya dipenuhi sorak sorai para pecinta MotoGP. Sejak 2018, deretan pebalap dunia memacu motor mereka di lintasan ini, menjadikannya simbol kebanggaan nasional sekaligus pusat perhatian dunia balap motor.
Tapi kini, bukan suara knalpot yang terdengar. Melainkan suara tangis anak-anak, bisikan doa, dan derap langkah warga yang mengungsi.
Lebih dari 8.000 jiwa kini tinggal sementara di dalam dan sekitar sirkuit yang berubah fungsi drastis menjadi tempat evakuasi darurat.
Mereka datang dari empat sub-distrik di Kabupaten Ban Kruat, membawa hanya apa yang bisa digenggam—dokumen penting, selimut, dan harapan agar rumah mereka tetap utuh saat kembali nanti.
Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja bukan cerita baru. Sengketa lama soal garis batas di sekitar kuil kuno Preah Vihear kerap memunculkan konflik bersenjata.
Namun baku tembak terbaru yang pecah pada 24 Juli lalu membuat situasi memanas dengan cepat. Artileri berat dilaporkan dikerahkan dua hari berturut-turut, menyebabkan korban jiwa dan gelombang pengungsian.
Baca Juga:
Marc Marquez Kuasai FP2 MotoGP Aragon, Fabio Quartararo Terpuruk
Menurut laporan Bangkok Post, setidaknya 15 warga sipil tewas, sebagian besar di pihak Thailand. Empat provinsi terdampak parah, yakni Si Sa Ket, Surin, Ubon Ratchathani, dan Buriram wilayah yang berbatasan langsung dengan Kamboja.
“Lebih dari 8000 warga dari empat sub-distrik telah mengikuti prosedur evakuasi ke Sirkuit Chang demi perlindungan dan bantuan kemanusiaan dari instansi terkait,” tulis pihak pengelola sirkuit dalam pernyataan resminya.
“Kami berharap krisis ini segera berakhir,” tulsnya lagi.
Sementara para pengungsi berjuang bertahan hidup di bawah tenda-tenda darurat dan ruang istirahat sirkuit yang disulap menjadi barak sementara, dunia MotoGP belum angkat bicara.
Dorna Sports, promotor resmi MotoGP, masih menjadwalkan Buriram sebagai seri pembuka musim 2026 pada 1 Maret. Namun dengan situasi seperti ini, siapa yang bisa menjamin?
Buriram kini menjadi cermin paradoks, satu sisi menunjukkan keglamoran dunia balap internasional, sisi lain menggambarkan realitas getir konflik regional.
Pemerintah Thailand melalui pernyataan resmi perdana menteri menegaskan bahwa konflik ini belum akan berkembang menjadi perang terbuka.
Namun, sejarah mengajarkan bahwa bara kecil bisa berubah menjadi api besar jika tak segera diredakan.
(Budis)