GARUT, TEROPONGMEDIA.ID — Adjuk Heryanto, yang lebih dikenal sebagai Bah Adjuk, merupakan sosok penting dalam perjalanan sejarah pelestarian Seni Bangklung di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kesenian ini lahir di Babakan Garut, Desa Cisero, Kecamatan Cisurupan, dan memiliki nuansa Islami yang kuat.
Karena masyarakat setempat mayoritas beragama Islam, maka kesenian ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media dakwah.
Awalnya, dua tokoh bernama Eyang Jangkung dan Nurhiam dari Sukapura memperkenalkan kesenian Yami Rudat, sebuah pertunjukan yang memadukan tagoni (rebana) dengan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW, diambil dari Kitab Barzanji.
Pertunjukan ini juga melibatkan gerakan silat dalam tariannya, dengan salah satu tokoh terkenalnya bernama Mad Amsir.
Perkembangan selanjutnya melahirkan alat musik baru bernama terebang, sejenis rebana yang terdiri dari lima buah dengan nama berbeda, yakni kempring, tempas, bangsing, indung, dan anak.
Kesenian ini kemudian berkembang menjadi Nyalawat, karena banyak membawakan shalawat Nabi.
Saat itu, terdapat dua kelompok kesenian terbang, masing-masing dipimpin oleh H. Ma’sum dan Aki Majusik, dengan anggota delapan orang.
Di daerah yang sama, juga berkembang kesenian Angklung Badud yang dipelopori oleh Aki Madsurpi dan Aki Muntasik. Alat musiknya berupa sembilan angklung yang dimainkan oleh lima orang.
Pada awal 1900-an, kedua kesenian ini, terebangan dan Angklung Badud dicoba dipadukan dan dipertunjukkan dalam berbagai acara, seperti:
- Upacara Ngakut Pare dan Ampih Pare (usai panen)
- Ngaleunggeuh (arak-arakan khitanan)
- Pembakaran Panganten (tradisi pernikahan)
- Miceun Runtah (usai hajatan)
- Pesta Raja (penyambutan tamu penting)
- Hiburan saat permainan layang-layang
Pertunjukan inipun mendapat sambutan baik dari masyarakat. Kemudian pada 12 Desember 1968, setelah melalui musyawarah, kesenian ini resmi dinamakan Bangklung, gabungan dari terbang dan angklung.
Sejak itu, kesenian ini terus berkembang dengan pelatihan, regenerasi pemain, penambahan alat musik, dan peningkatan penampilan.
Penamaan Bangklung
Mengenai sejarah penamaan Seni Bangklung, Adjuk Heryanto memaparkannya dalam film dokumenter yang diunggah di kanal YouTube Badan Riset dan Inoveasi Nasional (BRIN).
Menurut Abah Adjuk, dirinya sebagai pewaris langsung kesenian tersebut menerima kunjungan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Garut, yang diwakili Kepala dksi Kebudayaan bernama Rukasa.
Kata Abah Adjuk, Rukasa inilah yang melontarkan langsung kepada dirinya, menggagas penamaan kolaborasi kesenian Terbang dan Angklung tersebut dengan nama Seni Bangklung.
“Pak Rukasa memberi nama pada kesenian ini dengan nama Bangklung, singkatan dari Terbang dan Angklung. Kemudian ditetapkanlah kesenian tersebut bernama Seni Bangklung,” ungkap Abah Adjuk.
BACA JUGA
Kuda Renggong: Kesenian Unik dari Sumedang yang Wajib Dilestarikan
Alat musik dalam Bangklung meliputi:
- Terebang (5 jenis): Terbuat dari kayu, rotan, dan kulit kambing/domba, masing-masing memiliki fungsi berbeda, seperti Kempring (pengatur tempo) dan Indung (berperan seperti gong).
- Angklung (9 buah): Terbuat dari bambu, terdiri dari Angklung Ambruk, Roel, Tempas/Pancer, dan Engklok.
- Tarompet: Alat tiup dari kayu jati dan tempurung kelapa dengan tujuh lubang.
- Alat tambahan: 3 pasang batok kelapa dan 2 keprak bambu.
Lagu-lagu yang biasa diiringi musik bangklung di antaranya Anjrong (diselingi beluk), Kacang Buncis, Ya Maola (dari Kitab Barzanji, hanya menggunakan terebang), dan Soleang (hanya menggunakan terebang)
Pertunjukan Bangklung melibatkan 27 pemain, termasuk pemain terbang, angklung, vokal (beluk), terompet, keprak, dan seorang bodor (pelawak).
Sumber: Laman Disparbud Kabupaten Garut
(Aak)