BANDUNG TEROPONGMEDIA.ID – Di turnamen elite seperti Queen’s Club Championships 2025, biasanya nama-nama besar yang mendominasi panggung semifinal.
Tapi kali ini, dua underdog justru meruntuhkan prediksi dan menciptakan final impian mereka sendiri, Tatjana Maria dan Amanda Anisimova.
Siapa sangka, petenis berperingkat 86 dunia yang datang sebagai qualifier, bisa menumbangkan dua juara Grand Slam dalam dua hari berturut-turut? Itulah yang dilakukan Tatjana Maria, ibu dua anak berusia 37 tahun, yang tengah menulis kisah dongeng tenisnya sendiri di lapangan rumput London.
Setelah menundukkan Elena Rybakina (juara Wimbledon 2022) di perempat final, Maria kembali tampil luar biasa dengan mengalahkan unggulan kedua Madison Keys 6-3, 7-6 di semifinal.
Ia tak kehilangan servis satu kali pun, dan tampil penuh ketenangan selama 1 jam 29 menit.
“Ini mimpi yang menjadi nyata. Saya merasa sangat bangga dan tidak bisa membayangkan tempat yang lebih baik untuk melangkah ke final,” Kata Maria.
Maria datang ke Queen’s Club dengan catatan sembilan kekalahan beruntun. Kini, ia telah meraih enam kemenangan berturut-turut, termasuk atas nama-nama besar seperti Leylah Fernandez dan Karolina Muchova.
Dengan usia 37 tahun 312 hari, Maria menjadi finalis tertua turnamen WTA (di atas level 250) sejak Serena Williams menjuarai Auckland pada 2020.
“Saya melalui pasang-surut, tapi saya tidak pernah berhenti mencintai tenis. Saya di sini untuk momen-momen seperti ini,” tegasnya.
Baca Juga:
Comeback! Emma Raducanu Bikin Geger Miami Open 2025
Di sisi lain undian, Amanda Anisimova juga menjalani pekan yang penuh kejutan. Petenis asal Amerika itu berhasil menjungkalkan unggulan pertama Zheng Qinwen dengan skor 6-2, 4-6, 6-4, setelah sebelumnya juga mengalahkan unggulan ketiga Emma Navarro.
Petenis yang sempat vakum dari tur karena cedera dan alasan pribadi ini menunjukkan bahwa ia kembali dengan semangat baru dan kekuatan penuh. Kini, ia menatap final pertamanya musim ini dengan penuh kepercayaan.
Anisimova memang pernah kalah dari Maria, namun itu terjadi tujuh tahun lalu, di babak kualifikasi China Open. Kali ini, keduanya bertemu di level yang jauh lebih tinggi, dengan panggung dan tekanan yang berbeda.
“Tatjana bermain luar biasa. Dia petarung, dan saya tahu saya harus tampil terbaik untuk menanganinya,” ujar Anisimova.
Final antara Maria dan Anisimova bukan hanya duel generasi, tapi juga kisah tentang kegigihan melawan ekspektasi.
Satu datang sebagai veteran dengan semangat tak pernah padam, satunya lagi kembali ke performa terbaik setelah badai cedera dan vakum.
(Budis)