PANGANDARAN, TEROPONGMEDIA.ID — Di tengah gemuruh modernisasi, ada sebuah tradisi yang tetap hidup dan mengakar kuat di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, yang dinamakan Ronggeng Gunung.
Ronggeng Gunung adalah sebuah seni pertunjukan tradisional yang awalnya lahir sebagai bagian dari ritual sakral, namun kini telah bertransformasi menjadi hiburan yang memikat.
Mengutp opac.isi.ac.id dan beberapa sumber lainnya, Ronggeng Gunung merupakan bentuk seni pertunjukan tradisional, yang lahir dan berkembang di Pangandaran.
Masyarakat Pangandaran percaya adanya mitos, bahwa kehadiran ronggeng dalam upacara kesuburan dan minta hujan itu menyebabkan keinginannya berhasil.
Dengan demikian, Ronggeng benar-benar memiliki peranan penting, yaitu sebagai pemimpin upacara. Dalam perkembangannya, kesenian Ronggeng Gunung itu tidak lagi berfungsi sebagai sarana upacara. Pada kenyataannya fungsi tersebut telah berubah menjadi seni pertunjukan.
Asal-Usul dan Mitos Ronggeng Gunung
Ronggeng Gunung dipercaya berasal dari kisah kepedihan hati seorang putri raja di Pangandaran bernama **Dewi Semboja**. Konon, tarian ini tercipta sebagai bentuk pelampiasan emosi sang putri. Kata “Ronggeng” sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, *renggana*, yang berarti perempuan pujaan hati.
Masyarakat Pangandaran meyakini bahwa kehadiran Ronggeng dalam upacara kesuburan dan permintaan hujan dapat membawa keberhasilan. Oleh karena itu, Ronggeng tidak hanya sekadar penari, tetapi juga pemimpin upacara yang dianggap memiliki kekuatan spiritual.
Ciri Khas Ronggeng Gunung
Ronggeng Gunung memiliki ciri khas yang membedakannya dari seni tari lainnya:
1. Interaksi dengan Penonton
Penari Ronggeng sering mengajak penonton untuk menari bersama, membentuk lingkaran yang menciptakan suasana kebersamaan.
2. Gerakan Khas
Gerakan tari lebih bertumpu pada kaki, dengan langkah-langkah yang dinamis dan penuh energi.
3. Penari Bergelombang
Penari biasanya menari secara berkelompok, menciptakan harmoni visual yang memukau.
4. Kerudung Sarung atau Iket
Pada lagu tertentu, penari menari dengan mengenakan kerudung sarung atau iket, menambah kesan misterius dan tradisional.
Transformasi Fungsi
Pada awalnya, Ronggeng Gunung berfungsi sebagai sarana ritual, terutama dalam upacara kesuburan dan permintaan hujan. Namun, seiring perkembangan zaman, fungsi ini perlahan berubah. Kini, Ronggeng Gunung lebih sering ditampilkan sebagai seni pertunjukan hiburan.
Tarian ini kerap menghiasi acara-acara penting seperti pesta perkawinan, khitanan, atau perayaan lainnya. Meski telah kehilangan fungsi ritualnya, Ronggeng Gunung tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang kental.
Musik dan Lagu
Musik pengiring Ronggeng Gunung didominasi oleh gamelan, dengan lagu-lagu yang memiliki irama bebas dan syair berbentuk pupuh (puisi Jawa kuno). Beberapa lagu yang sering digunakan antara lain:
– Kudupturi
– Ladrang
– Sisigaran
– Golewang
– Kawungan Banter
– Parut
– Dengdet
– Ondai
– Liring
Lagu-lagu ini tidak hanya menjadi pengiring tarian, tetapi juga membawa pesan-pesan filosofis yang dalam.
BACA JUGA
Kuda Renggong: Kesenian Unik dari Sumedang yang Wajib Dilestarikan
Kesenian Reak Hampir Punah, Ketahui Sejarah dan Eksistensinya Saat Ini
Warisan Budaya yang Tetap Hidup
Ronggeng Gunung adalah bukti nyata bahwa tradisi tidak harus hilang ditelan zaman. Meski telah mengalami transformasi fungsi, seni pertunjukan ini tetap mempertahankan esensi dan keindahannya.
Bagi masyarakat Pangandaran, Ronggeng Gunung bukan sekadar tarian, melainkan bagian dari identitas budaya yang terus mereka jaga.
Melalui gerakan, musik, dan interaksi dengan penonton, Ronggeng Gunung terus menghidupkan semangat kebersamaan dan kecintaan terhadap warisan leluhur.
Dalam setiap gerakan penari dan dentuman gamelan, Ronggeng Gunung mengajak kita untuk merenungkan betapa kayanya budaya Indonesia, dan betapa pentingnya melestarikan warisan ini untuk generasi mendatang.
(Aak)