JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, menyatakan revisi UU TNI atau Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia tidak mengatur wajib militer bagi seluruh rakyat Indonesia.
Supratman menjelaskan, perubahan dalam revisi UU TNI hanya mencakup tiga poin utama, yaitu:
- Perencanaan strategis TNI di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan,
- Batas usia pensiun prajurit TNI, yang akan disesuaikan dengan usia pensiun sipil (60 tahun),
- Perluasan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga, dari sebelumnya 10 instansi menjadi 15 instansi.
“Tidak ada ketentuan wajib militer dalam revisi UU TNI, itu masuknya ke komponen cadangan,” tegas Supratman saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Supratman mengatakan, penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga tidak mengalami perubahan mendasar. Kini, prajurit TNI bisa ditempatkan di 15 instansi, termasuk BIN, BNN, Basarnas, BNPT, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung.
Ia juga mengatakan, prajurit TNI aktif yang ingin menjabat di luar 15 kementerian dan lembaga (K/L) tersebut harus pensiun terlebih dahulu.
“Jadi, cuma tugas pertahanan dan itu di tempat-tempat yang lain tugasnya juga hanya bantu. Nah, bagi prajurit aktif yang akan menduduki jabatan sipil dari awal harus pensiun, tidak ada tawar menawar lagi,” pungkas Supratman.
Baca Juga:
AJI Bandung dan Organisasi Sipil Tolak Revisi UU TNI yang Sarat Masalah
Pengesahan RUU TNI Digelar dalam Rapat Paripurna DPR RI Hari Ini
Sebelumnya, rapat paripurna DPR pada Kamis (20/3/2025) akan mengesahkan revisi UU TNI menjadi undang-undang.
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono mengonfirmasi kepastian tersebut. Dia mengaku, kepastian itu didasarkan pada seluruh fraksi di DPR yang telah menyetujui revisi UU TNI dibawa ke tingkat II atau paripurna.
“Dalam rapat paripurna terdekat, kemungkinan minggu ini bisa diputuskan,” ujar Dave Laksono di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025) terkait revisi UU TNI.
Revisi UU ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan yang khawatir akan potensi kembalinya dwifungsi militer seperti pada masa Orde Baru. Dwifungsi ABRI adalah doktrin yang memberikan peran ganda bagi militer dalam urusan pertahanan dan politik, yang telah dihapus sejak Reformasi 1998.
Al Araf dari lembaga pemantau hak asasi manusia Imparsial menyatakan bahwa penempatan anggota militer dalam jabatan sipil dapat mengganggu sistem meritokrasi dalam birokrasi dan melemahkan profesionalisme perwira militer. Ia juga menyoroti data yang menunjukkan bahwa saat ini terdapat sekitar 2.500 prajurit yang menduduki posisi sipil, melebihi batas yang ditetapkan dalam UU TNI saat ini.
(Dist)