BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung sudah menyiapkan prosedur tersendiri apabila terjadi insiden yang tidak diharapkan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Salah satu dapur penyedia MBG di Kota Bandung menolak untuk diwawancarai oleh media. Penolakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi pengelolaan program tersebut.
Kepala Dinkes Kota Bandung, Anhar Hadian saat di wawancara (22/1/2025) menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan dalam keputusan tersebut dan meminta agar pihak yang ingin mencari informasi lebih lanjut menghubungi Badan Gizi Nasional (BGN).
“Sepertinya itu keputusan dari Badan Gizi Nasional. Kami juga tidak punya kewenangan untuk mengatur atau mengoordinasikan terkait wawancara dengan dapur MBG. Kalau ada wartawan yang ingin bertanya ke dapur dan ditolak, lebih baik langsung menanyakan ke BGN, bukan ke kami,” ujarnya.
Dinas Kesehatan sendiri memiliki dua tugas utama dalam program MBG, yaitu berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk memastikan menu makanan sesuai standar gizi serta melakukan monitoring keamanan pangan agar makanan yang disajikan tetap aman untuk dikonsumsi siswa.
Menanggapi isu ketersediaan bahan makanan, Anhar memastikan bahwa dapur MBG di Kota Bandung dikelola oleh penyedia katering yang telah berpengalaman.
“Kami sudah memeriksa dapur-dapurnya dan yakin mereka memiliki pemasok tetap untuk bahan baku,” katanya.
BACA JUGA: Program MBG Tingkatkan Gizi Siswa, Mengancam Kantin Sekolah?
Prosedur Standar
Saat ini, program MBG di Kota Bandung telah berjalan selama tiga minggu. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan, tidak ditemukan kasus negatif pada makanan MBG.
Namun, jika terjadi insiden mengkhawatirkan seperti keracunan makanan, Dinas Kesehatan telah menyiapkan prosedur standar, termasuk penyelamatan siswa yang terdampak, pengambilan sampel makanan dari sekolah dan dapur, serta pengujian laboratorium untuk mengetahui penyebab pastinya.
Meski demikian, program ini masih belum menjangkau seluruh sekolah di Kota Bandung. Banyak sekolah yang belum menerima MBG, dan Dinas Kesehatan menyatakan bahwa keputusan mengenai cakupan program sepenuhnya berada di tangan BGN.
“Kami hanya mengikuti kebijakan dari BGN. Sampai saat ini, kami belum tahu perkembangan lebih lanjut terkait perluasan program ini,” tutup Anhar.
Dengan adanya penolakan dapur MBG untuk diwawancarai, dapat dipertanyakan transparansi pengelolaan program ini.
Kejelasan terkait penunjukan vendor, kualitas bahan makanan, serta pengawasan terhadap dapur penyedia MBG menjadi hal yang perlu terus dikawal demi keberlanjutan program yang bertujuan meningkatkan asupan gizi bagi siswa di Kota Bandung ini.
(Magang UIN SGD/Martin Alghiffary-Aak)