BANDUNG,TM.ID: Kota Bandung terkenal dengan sebutan Kota Kembang. Memiliki julukan lain yang tak kalah menarik, yaitu Paris van Java. Julukan ini telah menjadi bagian dari identitas Bandung selama bertahun-tahun, dan memiliki sejarah yang menarik di baliknya.
Penggunaan julukan Paris van Java konon mulai pada abad ke-19 ketika Belanda masih menguasai Indonesia. Namun, sejarah pasti mengenai bagaimana julukan ini melekat pada Bandung saat itu belum begitu banyak masyarakat ketahui.
Menurut jurnal Nandang Rusnandar “Sejarah Kota Bandung Dari ‘Bergdessa’ (Desa Udik) Menjadi Bandung ‘Heurin Ku Tangtung’ (Metropolitan),” mulai terkenal saat diselenggarakan Congres Internationaux d’architecture Modern (CIAM) atau Kongres Internasional Arsitektur Modern di Chateau de la Sarraz, Swiss pada Juni 1928.
Pada masa itu, Bandung mulai giat membangun bangunan yang indah dan merencanakan tata kota yang serasi, sehingga keindahan alam tetap terjaga. Hal ini sejalan dengan peran Bandung sebagai ibu kota Kabupaten Bandung dan juga ibu kota Karesidenan Priangan.
Julukan Paris Van Java
Selain memperhatikan bangunan dan tata kota, Bandung juga mulai menciptakan taman-taman kota di berbagai wilayah. Pada akhir abad ke-19, upaya penghijauan telah dimulai untuk menjaga kawasan ini tetap segar dan hijau.
Perkumpulan Bandoeng Vooruit terlibat dalam upaya penghijauan ini, termasuk penghijauan di sepanjang DAS Cikapundung dari Lembang hingga Lembah Tamansari, lereng Bukit Palasari, Jayagiri, Ciumbuleuit, Gunung Manglayang, dan Arcamanik. Penghijauan terjadi dengan melestarikan air terjun dan danau (situ) di sekitar Bandung, seperti Situ Patenggang, Situ Cileunca, dan Situ Aksan yang dianggap sebagai monumen alam.
Menurut Nandang, para arsitek Belanda yang terlibat dalam pembangunan di Bandung tidak terlalu memperhatikan karakteristik daerah Hindische atau lokal. Oleh karena itu, Hendrik Petrus Berlage, yang merupakan bapak arsitektur modern di Belanda, memberi julukan Bandoeng Parijs van Java kepada Bandung.
Julukan ini kemudian mencuat saat CIAM terselenggara di Chateau de la Sarraz, Swiss, pada Juni 1928. Hendrik Petrus Berlage mengkritik bahwa pembangunan di Bandung terlalu dipengaruhi oleh Barat dan mirip dengan Kota Paris.
Arsitek yang merancang tata letak Kota Bandung di anggap tidak menonjolkan ciri khas tropis dan identitas yang mandiri. Meskipun julukan ini pada awalnya memiliki nuansa sindiran, seiring berjalannya waktu, julukan ini malah semakin terkenal di seluruh dunia.
Hal ini menjadikan Bandung sebagai prototipe kota kolonial yang terkenal sebagai Kolonialle Stad. Selain itu, julukan ini terkait dengan maraknya kegiatan perkebunan di sekitar Bandung awal abad ke-20. Seiring dengan itu, bangunan-bangunan penting berdiri untuk memenuhi kebutuhan para pekerja perkebunan.
Jalan Braga
Salah satu daerah yang paling terkenal adalah Jalan Braga yang mempengaruhi perkembangan wilayah sekitarnya. Kawasan Jalan Braga secara fisik berkembang dengan suasana yang mirip dengan kawasan di Eropa saat itu.
Beberapa bangunan di sekitar Braga masih mempertahankan gaya arsitektur Eropa, seperti gedung Javasche Bank (kini Bank Indonesia), gedung Van Dolph (kini Landmark), gedung Gas Negara, dan lain-lain. Braga berkembang menjadi pusat perdagangan yang ramai dan mempengaruhi pertumbuhan wilayah sekitarnya.
Julukan Paris van Java memberi nuansa romantis dan menggambarkan bagaimana Bandung dulu dan sekarang. Kota ini menawarkan gabungan antara keindahan alam, tata kota yang indah, keanekaragaman budaya, dan pusat perdagangan yang dinamis.
Bandung memiliki daya tarik yang unik dan tak terlupakan bagi siapa saja yang mengunjunginya. Seiring dengan perjalanan waktu, julukan ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas Kota Bandung. Sebuah julukan yang memberikan gambaran tentang pesona, keindahan, dan romantisme yang melingkupi kota ini.
BACA JUGA: Ternyata Ini Kepanjangan Jalan ABC Bandung
(Kaje)