BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Mesin-mesin MotoGP 2025 terus meraung di tengah regulasi baru, namun pertanyaan besarnya tetap sama, apakah sistem concessions benar-benar mampu mengguncang dominasi para raksasa?
Ducati melaju tanpa hambatan di depan. Pabrikan Italia itu bahkan tampak terlalu kuat untuk sistem yang dirancang agar kompetisi lebih seimbang.
Dengan perolehan 837 dari total 851 poin yang tersedia, mereka berada di peringkat A, status tertinggi yang justru datang dengan batasan teknis paling ketat.
Namun, yang menarik bukanlah siapa yang di atas, melainkan siapa yang menolak jatuh ke bawah demi keuntungan teknis. Itulah Aprilia.
Bagi Aprilia, performa di Grand Prix Ceko menjadi penentu nasib. Jika gagal meraih minimal 10 poin, mereka akan jatuh ke peringkat D, peringkat yang memberi kebebasan teknis lebih besar.
Namun Aprillia tidak melihatnya sebagai “kesempatan strategis”, mereka memilih bertarung habis-habisan untuk tetap berada di peringkat C.
“Kami tidak ingin turun demi kelonggaran. Bertahan di level ini membuktikan kami masih punya daya saing,” tegas CEO Aprilia, Massimo Rivola.
Ini adalah pendekatan berbeda dibandingkan apa yang mungkin diambil oleh pabrikan lain. Aprilia memilih jalan terjal, lebih sedikit hak istimewa, tapi lebih banyak harga diri.
Sementara itu, Yamaha dan Honda justru terlihat kesulitan meski berada di peringkat D. Kedua pabrikan Jepang ini menikmati hak untuk mengembangkan mesin tanpa batas, namun performa mereka tetap jauh di bawah ekspektasi. Yamaha mengumpulkan 209 poin (24,5%), sementara Honda 198 poin (23,3%).
Fakta ini menimbulkan pertanyaan, apakah masalah mereka hanya soal regulasi, atau sudah menyentuh akar yang lebih dalam?
Di tengah, ada KTM. Mereka kokoh di peringkat C dengan 337 poin, sedikit di atas Aprilia. Namun, langkah mereka masih belum cukup untuk menembus level B. Artinya, mereka masih harus puas dengan akses terbatas, sambil tetap berjuang mempertahankan momentum.
Sistem concessions MotoGP 2025 menawarkan pilihan, bertarung dengan batasan, atau turun peringkat demi kebebasan teknis.
Ducati membuktikan bahwa dominasi tak butuh keringanan. Aprilia memilih jalan tengah: membuktikan kemampuan tanpa bermain aman.
Sementara itu, Jepang harus menghadapi kenyataan pahit, lebih banyak kelonggaran tak otomatis berarti lebih banyak kemajuan.
Dalam balapan yang makin teknis ini, mungkin kemenangan sejati bukan cuma soal podium, tapi soal bagaimana cara mencapainya.
(Budis)