Meningkatnya Potensi Perang di Laut China Selatan, Dibalik Kepentingan Ekonomi

Potensi Perang di Laut China Selatan
Ilustrasi. (Instagram/ivooox)

Bagikan

JAKARTA,TEROPONGMEDIA.ID — Pengamat politik yang juga Dosen UPN Jogjakarta, Ludiro Madu menilai Laut China Selatan menjadi salah satu titik panas geopolitik terpenting di dunia dalam beberapa dekade terakhir.

Kawasan ini menyimpan kekayaan sumber daya alam yang melimpah serta memegang peranan vital dalam jalur perdagangan maritim global.

Namun di balik kepentingan ekonomi tersebut, terselip ambisi teritorial dan persaingan kekuatan militer yang mengancam stabilitas kawasan.

“Dalam pandangan realisme, konflik di Laut China Selatan dapat dipahami sebagai pertarungan kepentingan nasional negara-negara yang terlibat, terutama China dengan klaim wilayah dan langkah-langkah militerisasinya,” kata Ludiro kepada Teropongmedia.id, Selasa (24/6/2024).

Ludiro menyebut, sengketa wilayah di Laut China Selatan menjadi konflik kepentingan nasional, tanpa solusi jelas karena tidak ada otoritas tunggal yang disegani.

Anarki adalah fitur penting yang menentukan stabilitas keamanan dunia. Tanpa otoritas pusat untuk menerapkan aturan secara efektif, Laut China Selatan menjadi arena konflik kepentingan nasional tanpa ada kekuatan yang dapat mengontrol secara efektif

Bagi China, Laut China Selatan merupakan wilayah perairan yang melekat dengan kedaulatan dan keamanan nasionalnya (Panda, 2022).

“Kebijakan kontroversial nine-dash line yang mencakup hampir seluruh perairan Laut China Selatan merefleksikan ambisi Beijing untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai wilayah pengaruh utamanya,” jelas Ludiro.

Amerika Serikat (AS), misalnya, mencurigai klaim nine-dash line itu sebagai upaya awal untuk memperluas kedaulatan teritorialnya. Dalam pandangan itu, China dianggap memiliki ambisi hegemoni regional di kawasan ini.

Langkah militerisasi yang masif di pulau-pulau yang dikuasainya, seperti pembangunan landasan militer dan penempatan persenjataan, menunjukkan kesungguhan China untuk memproyeksikan kekuatan dan mempertahankan klaimnya atas wilayah tersebut.

Negara-negara seperti China, Vietnam, dan Filipina akan bertindak rasional untuk memaksimalkan kepentingan nasional mereka dalam memperebutkan pengaruh dan sumber daya di Laut China Selatan.

“Mereka berupaya memaksimalkan kepentingan nasional mereka yang didefinisikan sebagai kekuasaan dan keamanan (Donnelly, 2005),” kata dia.

Dalam konteks regional yang lebih luas, ASEAN mengkritik langkah-langkah militerisasi di perairan kawasan Indo-China, baik oleh China maupun AS.

Bagi ASEAN, persaingan kedua negara besar itu telah merembet pada upaya perluasan kepentingan di negara-negara kawasan.

Dari perspektif realisme, tindakan-tindakan China ini dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan kapabilitas militer dan posisi tawar dalam mengamankan akses terhadap sumber daya serta jalur perdagangan yang vital bagi kepentingan nasionalnya (Beckley, 2017).

Dia menambanhkan,pengendalian atas Laut China Selatan tidak hanya memberi keuntungan ekonomi, tetapi juga keamanan maritim yang menguntungkan bagi Beijing dalam menghadapi rival seperti Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di kawasan.

Namun demikian, langkah-langkah sepihak China telah memicu ketegangan dan meningkatkan risiko konflik terbuka dengan negara-negara tetangga yang juga mengklaim wilayah di Laut China Selatan seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei.

Bentrokan antara kapal-kapal penjaga pantai serta insiden penahanan nelayan oleh pihak-pihak yang bertikai semakin sering terjadi (Grossman, 2019).

Vietnam dan Filipina bahkan telah mengalami beberapa kali insiden di mana kapal-kapal mereka dihampiri atau diancam oleh kapal-kapal China dalam upaya penegakan klaim wilayah. Menurut pandangan realisme, para pemain utama seperti China, Vietnam, dan Filipina cenderung memprioritaskan kepentingan nasional mereka dalam persaingan memperebutkan pengaruh dan sumber daya di Laut China Selatan (Pant & Purnendra, 2022).

Tekanan domestik dan nasionalisme menjadi faktor pendorong bagi elite-elite politik di negara-negara ini untuk mengambil sikap konfrontatif demi menjaga kredibilitas dan ketahanan rezim mereka. Akibatnya, ruang untuk solusi damai dan kompromi menjadi semakin sempit.

Meski konflik terbuka masih dihindari oleh semua pihak, eskalasi ketegangan dan aksi-aksi provokasi memang meningkatkan potensi pecahnya perang di Laut China Selatan (Bateman, 2022).

Jika insiden tak terduga seperti bentrok senjata atau serangan terhadap instalasi militer terjadi, respons balasan dapat dengan cepat memicu pertempuran yang lebih besar.

Apalagi dengan keterlibatan kekuatan adidaya seperti Amerika Serikat yang berkomitmen membela sekutu-sekutunya di kawasan, perang terbuka menjadi semakin mungkin terjadi meski tetap menjadi pilihan terakhir. Peningkatan militerisasi China di Laut China Selatan mau tidak mau mengancam kebebasan navigasi di perairan internasional.

Dalam menghadapi tantangan ini, pendekatan realisme menekankan pentingnya memperkuat kapabilitas pertahanan dan kekuatan militer sebagai cara utama untuk mengamankan kepentingan nasional.

Akibat selanjutnya adalah kemungkinan negara-negara di Asia yang berpotensi konflik dengan China meminta bantuan militer ke AS.

Dalam situasi tertentu, ekskalasi konflik di antara kedua negara besar itu telah menghadirkan kekuatan militer kedua pihak di Laut China Selatan.

Walaupun Filipina dan Vietnam memiliki kedekatan ekonomi dengan China, namun kebijakan pertahanan-keamanan mereka tampaknya masih memperlihatkan kedekatan kepada AS.

Solusi damai

Namun di sisi lain, upaya-upaya diplomasi dan pencarian solusi damai juga perlu terus diupayakan untuk mencegah konflik terbuka yang tentunya akan mengakibatkan konsekuensi berat, tidak hanya bagi kawasan tetapi juga stabilitas global. Berbagai upaya diplomasi telah dilakukan beberapa negara, baik secara bilateral maupun regional.

Sementara itu, kata dia,di tingkat bilateral, Vietnam dan Filipina selalu melakukan pertemuan bilateral secara langsung maupun tidak langsung.

BACA JUGA: Cross-Border Jadi Akal Bulus China Jajah Ekonomi Indonesia

Pertemuan bilateral tidak langsung biasanya dilaksanakan pada saat Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dengan mitra dialog, termasuk China.

Sementara itu, ungkap dia, pertemuan-pertemuan regional di tingkat ASEAN juga dilakukan di antara para pemimpin ASEAN dan pemimpin China. Sejauh ini, berbagai upaya diplomasi itu hanya menghasilkan kesepakatan dalam bentuk Declaration of Conduct (D0C) dan Code of Conduct (CoC) di antara pihak-pihak yang bertikai.

Kenyataannya, hasil-hasil perundingan diplomasi itu ternyata tidak menghasilkan perubahan sikap provokatif militeristik Angkatan Laut China. Provokasi militer China tetap berjalan dan ditujukan kepada kapal-kapal Filipina dan Vietnam baru-baru ini.

Bahkan, kapal-kapal coast guard China juga masih berpatroli di perairan Laut China Selatan yang berbatasan langsung dengan wilayah perairan Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.

Bagaimanapun juga dalam perspektif realis, perdamaian yang langgeng hanya bisa dicapai jika disertai keseimbangan kekuatan militer yang efektif di antara pihak-pihak yang bertikai. Negara harus mengejar keamanan dengan cara yang terkadang dapat mengancam negara lain (Jervis, 1978).

Dalam kondisi itu, potensi perang di Laut China Selatan menjadi semakin terbuka.

(Agus/Dist)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
pretasan kripto
Pasar Kripto Rugi Rp8,3 Triliun Gegera Peretasan
Pendapat tentang bullying
Ini Pendapat Kak Seto Tentang Bullying, Potensi Non-Akdemik yang Tidak Tersalurkan?
JNE
JNE Terima Penghargaan dari Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta
Dennis Lim
Pernah Punya Bisnis Kasino, Ini Profil dan Biodata Ustaz Dennis Lim
NIK sebagai NPWP
Peluncuran Layanan Perpajakan Berbasis NIK sebagai NPWP, NPWP 16 Digit, dan NITKU
Berita Lainnya

1

Penuh Drama, Jeman Vs Denmark Berakhir 2-0 di Euro 2024

2

Tyronne del Pino, Pemain Asing Persib Yang Terbuang Kini Mulai Dilirik Bojan Hodak

3

Segini Anggaran Belanja Persib Bandung Jelang Liga 1 2024/2025

4

Swiss Melaju ke Perempat Final Euro 2024 Setelah Singkirkan Italia 2-0

5

Gelombang Protes di Kenya: Tolak Kenaikan Pajak Demi Lunasi Utang IMF
Headline
data polri kena hack
Data Polri Kena Hack, Beredar di Dark Web!
Kronologi Meninggalnya Zhang Zhi Jie
Kronologi Meninggalnya Zhang Zhi Jie di Asia Junior Championship 2024
Korban Tanah Longsor Blitar
Pencarian 6 Jam, 2 Korban Tanah Longsor Blitar Ditemukan Tewas
Spanyol Semifinal EURO 2024
Hancurkan Georgia 4-1, Spanyol Bertemu Jerman di Perempat Final EURO 2024