MANADO,TM.ID : Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa menunda pemilu akan menimbulkan masalah hukum yang lebih besar.
“Oke pemilu ndak jadi, terus caranya ini gimana dong kalau harus ditunda, diubah UUD,” kata Menko Mahfud di Manado, Sabtu (18/3/2023).
Ia mengatakan bahwa mengubah Undang-Undang Dasar untuk menunda pemilu akan lebih mahal daripada menunda pemilu itu sendiri.
Menurutnya, jika pemilu ditunda, maka jadwal teknis pemilu yang tertuang dalam undang-undang bisa diubah, tetapi jadwal definitif periodik adalah muatan konstitusi yang tidak bisa diubah oleh undang-undang atau pengadilan.
Pembuat konstitusi harus hadir dalam sidang MPR dan minimal 2/3 dari anggota MPR harus hadir untuk membuat perubahan konstitusi.
“Jadi tanggal 20 Oktober habis, terus karena ada keputusan Mahkamah Agung atau pengadilan ditunda pemilu, ya harus mengubah Undang-Undang Dasar karena MPR atau DPR tidak bisa membuat undang-undang mengubah jadwal pemilu,” ujarnya.
BACA JUGA: Soal Putusan PN Jakpus, KPU Ajukan Memori Banding Tambahan
Menko Mahfud menambahkan bahwa membuat konstitusi baru dan mengadakan sidang MPR untuk membuat perubahan jadwal pemilu akan lebih mahal biaya sosial politiknya dibandingkan dengan menunda pemilu.
Menurutnya, harus memastikan bahwa pemilu tidak akan ditunda meskipun ada putusan pengadilan karena itu bukan kewenangan mereka.
Meskipun ada kemungkinan perpanjangan jabatan di masa depan, Mahfud menegaskan bahwa jangan dikaitkan dengan situasi saat ini karena jadwal pemilu sudah ditetapkan dan tahapan sudah dimulai.
“Itu untuk jangka panjang saja, nanti sesudah pemilu, lalu nanti dipikirkan kembali besok. Kalau suatu saat butuh perpanjangan gimana, nah itu baru dipikirkan,” ujarnya.
(Budis)