BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Lebaran Ketupat tetap menjadi tradisi yang lestari di berbagai daerah di Indonesia. Perayaan ini dilaksanakan sepekan setelah Idulfitri sebagai bentuk penyempurnaan ibadah melalui puasa Syawal, sekaligus mempererat silaturahmi antarwarga.
Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama), Wahjudi Djaja, menjelaskan bahwa tradisi Lebaran Ketupat telah ada sejak abad ke-15.
Ia menyebut perayaan ini merupakan hasil akulturasi antara budaya Islam dan kearifan lokal yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dalam proses syiar agama Islam di Nusantara.
“Lebaran Ketupat merupakan hasil akulturasi budaya Islam dan kearifan lokal yang diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dalam syiar agama,” kata Wahjudi, seperti dilansir RRI, Sabtu (5/4/2025).
Menurutnya, ketupat bukan sekadar sajian khas Lebaran, melainkan mengandung makna filosofis mendalam. Kata “kupat” berasal dari istilah Jawa “ngaku lepat” yang berarti mengakui kesalahan, dan “laku papat” yang merujuk pada empat tahapan spiritual setelah Ramadan.
Empat tahapan tersebut adalah “lebar” yang menandai berakhirnya puasa Ramadan, “lebur” yang berarti melebur dosa dengan saling memaafkan, “labur” yang bermakna penyucian diri, serta “luber” yang melambangkan limpahan berkah setelah Ramadan.
Wahjudi juga menyoroti makna filosofis dari bahan ketupat, yaitu janur dan beras. Janur atau daun kelapa muda, menurutnya, berasal dari istilah “jati ning nur” yang berarti cahaya sejati dan melambangkan kesucian diri. Sementara itu, beras di dalam ketupat melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Ia menegaskan bahwa Lebaran Ketupat adalah bagian dari budaya, bukan ritual keagamaan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
“Tradisi ini merupakan bentuk dakwah yang membumi, sehingga sebaiknya dipahami sebagai media budaya yang mempererat persaudaraan,” ujarnya.
Wahjudi berharap generasi muda terus menjaga dan melestarikan Lebaran Ketupat sebagai bagian dari kekayaan warisan budaya Indonesia.
BACA JUGA
Perbedaan Ketupat dan Lontong yang Tidak Pernah Absen saat Lebaran
Menilik Tradisi Lebaran di Arab hingga China, Mirip Indonesia?
Sejarah dan Makna di Balik Perayaan Lebaran Ketupat
Lebaran Ketupat menjadi salah satu rangkaian perayaan Idulfitri yang masih dilestarikan di berbagai daerah di Indonesia.
Tradisi ini dilaksanakan seminggu setelah Idulfitri, tepatnya pada 8 Syawal, sebagai bentuk syukur setelah menjalani puasa sunah Syawal selama enam hari.
Ciri khas perayaan ini adalah penyajian ketupat bersama hidangan lainnya sebagai simbol kebersamaan.
Awalnya, Lebaran Ketupat hanya dikenal di Jawa, diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga sebagai pelengkap ibadah puasa Ramadan.
Tujuannya adalah menggenapkan pahala puasa setahun dengan menjalankan puasa enam hari di Syawal. Seiring waktu, tradisi ini menyebar ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Lombok, Sulawesi, dan Maluku, dibawa oleh murid-murid Wali Songo.
Ungkapan Sukacita
Meski tidak memiliki dasar khusus dalam ajaran Islam, Lebaran Ketupat tidak dianggap bertentangan dengan syariat. Pasalnya, tradisi ini murni bentuk kegembiraan dan silaturahmi setelah berpuasa, tanpa ada ritual ibadah tambahan seperti salat atau takbiran yang diada-adakan.
Ulama menilai Lebaran Ketupat sebagai budaya yang positif selama tidak dicampur dengan praktik keagamaan yang tidak berdasar.
Intinya, perayaan ini hanya sarana berbagi makanan dan mempererat tali persaudaraan setelah menjalankan puasa sunah Syawal.
(Aak)