JAKARTA,TM.id: Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) sudah disahkan menjadi KUHP pada rapar paripurna DPR RI pada Selasa (6/12/2022). Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laolya mengatakan, pengesahan ini menjadi momen bersejarah penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia setelah bertahun-tahun menggunakan produk Belanda.
“Sudah 104 tahun kita menggunakan produk Belanda, kita patur bangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri. Indonesia pun telah merumuskan pembaruan hukum sejak 1963,” kata Yasonna melansir bphn.go.id.
Produk Belanda ini, kata dia, sudah tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal itu pulalah yang menjadi salah satu urgensi RUU KUHP. Terlebih RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif dan responsif dengan situasi di Indonesia.
Kendati begitu, dia mengakuti pada perjalannya, penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial, seperti pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis. Pihaknya meyakinkan masyarakat bahwa pasal-pasal yang dimaksud telah melalui kajian berulang dan mendalam.
Dia mengimbau pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap RUU KUHP bisa menyampaikannya melalui mekanisme yang benar. Pihaknya membolehkan masyarakat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. RUU KUHP, ini, kata diam tidak mungkin disetujui 100 persen, maka jika ada yang tidak setuju silakan menempuh cara yang benar.
Berikut Pasal-Pasal Krusial pada UU KUHP baru yang menjadi sorotan:
Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden/Wakil Presiden
Meski dibuat sebagai delik aduan dan hanya presiden dan atau wakil presiden yang bisa membuat laporan, pengaturan tindak pidana penyerangan martabat presiden paling banyak ditentang dalam KUHP baru. Bahkan pasal 218 mengatur hukuman orang yang menyerang kehormatan presiden atau wakil presiden dipidana paling lama tiga tahun. Kemudian yang menyebarluaskan akan dipidana penjara paling lama empat tahun pada pada pasal 219.Aturan ini tidak berlaku untuk penyampaian pendapat atau kritik. Dalam KUHP ini, kritik melalui demo tidak termasuk menyerang kehormatan presiden dan atau wakil presiden.
Penghinaan terhadap Pemerintah/Lembaga Negara
Tindak pidana ini mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah (kekuasaan) presiden yang dibantu wakil presiden dan menterinya. Adapun lembaga negara yang dimaksud, yakni MPR,DPr, DPD, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ancaman pidananya paling lama satu tahun enam bulan. Jika tindak pidana penghinaan ini menimbulkan kerusuhan, maka pidananya paling lama tiga tahun. Kemudian penyebarluas akan dihukum paling laman tiga tahun. Sama seperti pasal penghinaan presiden, pasal ini pun delik aduan dan hanya bisa dilaporkan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara seperti dilansir merdeka.com.
Pidana Peghinaan
Aturan terkait pencemaran nama baik yang dianggap pasal karet sebelumnya sudah tidak ada di Undang-Undang ITE karena sudah diatur dalam KUHP yang baru. Adapun pidana yang diatur dalam bab pengunaan, yakni pencemaran nama baik dihukum maksimal sembilan bulan, fitnah dihukum penjara paling lama tiga tahun. Pidana penghinaan ringan dipenjara paling lama enam bulanm kemudian pengaduan fitnah denga ancama penjara paling lama tiga tahun enam bulan. Pidana persangkaan palsu dengan ancaman penjara paling lama tiga tahun enam bulan, serta pencemaran orang mati diancam enam bulan penjara.
Demonstrasi Tanpa Izin
Dalam KUHP baru ini diatur juga tentang pawai dan unjukrasa dalam bagian tentang gangguan terhadap ketertiban umum. Orang yang pawai, berunjukrasa atau demonstrasi tanpa izin bisa dipidana enam bulan penjara.
Pasal 256 KUHP baru menyebut ‘Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjukrasa atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak kategori II’.
Ancaman Kriminalisasi Pers
Berikut catatan dewan pers terkait UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers, berpendapat dan berekpresi melansir liputan6 :
1. Pasal 188 (tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme).
2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.
4. Pasal 263 mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
5. Pasal 264 mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
6. Pasal 280 mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
8. Pasal 436 mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
10.Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
11.Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Kesusilaan, Pencabulan, dan Perzinahan
Melansir merdeka.com, sejumlah pasal terkait kesusilaan yang sempat jadi sorotan masyarakat masih diatur dalam KUHP baru tentunya dengan sejumlah perubahan. Terkait perzinaan atau persetubuhan dengan orang bukan suami istri diancam paling lama satu tahun. Dalam draft terbaru, tindak pidana ini menjadi delik aduan, dan yang bisa mengadukan adalah suami atau istri, serta orangtua atau anaknya. Begitupun dengan pidana hidup bersama tanpa hukungan perkawinan. Pidana ini pun delik aduan, pihaknya yang bisa melaporkannya dibatasi, yakni suami atau istri dan orangtua atau anak. Ancaman hukumannya maksimal enam bulan penjara.
Hukum Tindak Pidana Korupsi Rendah
KUHP baru ini pun mengatur tindak pidana korupsi. Namun hukuman penjara tindak pidana korupsi ini memiliki minimal hukuman dua tahun, maksimal 20 tahun. Diatur pula pidana penjara seumur hidup. Aturan ini diatur dalam pasal 603 dan 604.
Tindak Pidana Berat HAM
KUHP baru mengatur pidana genosida dan tindak pidana kemanusiaan. Komnas HAM meminta pasal ini dicabut karena dianggap asa dan ketentuannya tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan. Aturan ini diatur dalam pasal 598 dan 599.
Living Law/Hukum yang Hidup dalam Masyarakat
KUHP baru juga mengatur hukum adat atau hukum yang hidup di masyarakat. Pidananya melalui pemenuhan kewajiban adat. Pasal 597 menyebutkan bahwa ‘Setiap orang yang melakukan perbuatan. Menurut hukum yang hidup dalam masuyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan dengan pidana.
(LIN)