BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Koperasi Bungah, yang merupakan akronim dari Buni Sari Ngahiji ini, didirikan pada tahun 2016 dan mulai berjalan secara resmi pada 2017 dengan mengusung konsep tabungan sampah.
Di tengah permasalahan sampah yang semakin besar, sebuah koperasi di Kampung Bunisari, Antapani, Kota Bandung hadir dengan konsep mengubah sampah menjadi alat pembangunan ekonomi bagi masyarakat.
Menurut Deden (40), Ketua Koperasi Bungah, pada awalnya koperasi ini lahir dari keresahan warga terhadap tiga permasalahan utama, yakni sulitnya akses pinjaman di lembaga resmi, kurangnya media untuk menabung, dan masalah sampah yang semakin mengkhawatirkan.
“Sebenarnya koperasi ini berasal dari keresahan para masyarakat, karena banyak yg pinjam di luar lembaga resmi di luar koperasi, dan tidak ada media untuk menabung. Permasalah sampah juga menjadi awal dari keresahan terbentuknya koperasi ini,” ujar Deden kepada Teropong Media.
Koperasi Bungah memungkinkan masyarakat menabung dengan sampah anorganik, seperti kardus, botol, dan plastik bekas.
Tidak hanya itu, minyak jelantah pun menjadi salah satu komoditas yang dikelola, dengan potensi diolah kembali menjadi sabun, bio-solar, atau minyak daur ulang. Permintaan pasar terhadap jelantah juga dinilai cukup tinggi.
“Kalau dihitung, dalam satu bulan bisa terkumpul satu jerigen jelantah, yang kemudian dijual kembali,” kata Deden.
BACA JUGA: Mengenal Maggot, Si Larva Rakus Penghancur Sampah!
Saat ini, koperasi ini memiliki 10 pengurus, terdiri dari lima pengurus inti dan lima koordinator di tingkat RT. Sistem ini memungkinkan operasional tetap berjalan, meskipun ada tantangan dalam pengelolaan.
Namun, Koperasi Bungah mengalami pasang surut dalam perjalanannya. Dari 150 anggota yang pernah terdaftar, kini hanya tersisa sekitar 90 anggota aktif. Penyebab penurunan ini bervariasi, mulai dari faktor ekonomi hingga perpindahan tempat tinggal anggota.
“Penurunan jumlah anggota ini juga dipengaruhi oleh soliditas pengurus yang melemah, serta kondisi ekonomi yang tidak stabil. Tapi, meskipun ada hambatan, koperasi ini tetap berjalan,” tambahnya.
Koperasi Bungah berharap dapat memperoleh badan hukum resmi agar lebih kuat dalam operasionalnya. Namun, hal ini masih menghadapi kendala, terutama dari segi biaya dan kurangnya pemahaman terkait pengelolaan koperasi yang sesuai regulasi.
“Kami masih perlu banyak belajar agar bisa mengelola koperasi dengan lebih baik. Selain itu, biaya untuk mengurus badan hukum juga menjadi tantangan tersendiri,” ungkap Deden.
Meski begitu, Koperasi Bungah tetap berusaha bertahan dan berkembang. Dengan konsep menghubungkan pengelolaan sampah dengan ekonomi masyarakat, koperasi ini menjadi contoh bagaimana masalah lingkungan bisa diubah menjadi peluang ekonomi bagi masyarakat.
Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup sangat mendukung implementasi dan keberlanjutan program-program berbasis pengelolaan sampah ini dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan sampah di Kota Bandung.
“Terkait pengelolaan sampah melalui peran masyarakat, kami sangat mendukung implementasi dan keberlanjutan program-program tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan sampah di Kota Bandung,” ujar pihak Dinas Lingkungan Hidup, Dudy Prayudi.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung menyatakan salah satu kunci sukses dalam pengelolaan sampah, khususnya dalam hal pengurangan sampah, adalah peran serta dan partisipasi masyarakat. Pemilahan dan pengolahan sampah secara mandiri di tingkat rumah tangga dan skala komunal sangat terbantu dengan adanya Koperasi Sampah ini.
Menurut data yang diterima. Saat ini, terdapat 1 Bank Sampah Induk yang merupakan bagian dari UPT Pengelolaan Sampah, serta 519 Bank Sampah Unit yang tersebar di 30 kecamatan di Kota Bandung. Hal ini jelas dapat membantu persoalan sampah di Kota Bandung, karena sekitar 36,93% sampah dapat didaur ulang, terdiri atas sisa makanan, daun, kayu, kertas dan karton, botol plastik, gelas plastik, kantong plastik, logam, serta kaca.
“Terdapat 1 Bank Sampah Induk yang merupakan bagian dari UPT Pengelolaan sampah, 519 Bank Sampah yang tersebar di 30 Kecamatan. Sekitar 36,93% sampah juga berhasil didaur ulang, terdiri atas sampah sisa makanan, daun, kayu, kertas dan karton, botol plastik, gelas plastik, kantong plastik, logam, gelas dan kaca.,” ujar Dudy Prayudi.
(Magang UIN SGD/Muhamad Herdian-Aak)