SULAWESI SELATAN, TEROPONGMEDIA.ID — Kawasan karst Maros yang menyimpan warisan prasejarah kelas dunia akan menjadi fokus utama dalam Konferensi Internasional Gau Maraja Maros 2025.
Acara bertema “Leang-Leang Maros Sebagai Gerbang Peradaban Manusia Purba Dunia” ini digelar pada 4-5 Juli 2025 di Aula Serba Guna Maros, Sulawesi Selatan.
Maros dikenal memiliki situs arkeologi luar biasa, termasuk gambar cadas tertua di dunia (51.200 tahun lalu), liontin tulang kuskus berusia 22.000 tahun, hingga rangka manusia ‘Besse’ dengan DNA Denisovan berusia 7.200 tahun. Keunikan ini membuat UNESCO menetapkannya sebagai Prehistoric Cave Area (2009) dan Global Geopark (2023).
“Konferensi ini penting untuk menyebarluaskan temuan riset sekaligus mendorong gerakan pelestarian, mengingat kawasan karst Maros masih rentan eksploitasi,” jelas panitia dalam rilis resminya.
Sementara itu Menteri Kementerian Kebudayaan RI, Fadli Zon berharap semu pihak terus menggalakkan strategi pelestarian budaya berbasis kolaborasi lintas sektor.
Upaya ini memadukan aspek pelestarian warisan budaya, penguatan ekonomi lokal, dan keberlanjutan lingkungan untuk memastikan warisan bangsa tetap hidup dan bermanfaat bagi masyarakat.
Fadli Zon menegaskan pentingnya pendekatan terpadu dalam menjaga kekayaan budaya Indonesia.
“Kami berkomitmen mengembangkan model pelestarian yang tidak hanya menjaga warisan, tapi juga memberi nilai tambah ekonomi dan ekologi,” ujarnya, mengutip Instargram resmi Menbud RI, dikutip Sabtu (5/7/2024).
Langkah strategis ini diharapkan mampu menjawab tantangan pelestarian di tengah dinamika pembangunan dan perubahan lingkungan.
Pemerintah mendorong sinergi antara pemangku kepentingan, termasuk komunitas adat, pelaku usaha, dan akademisi, untuk menciptakan skema pelestarian yang adaptif dan berkelanjutan.
“Pelestarian budaya harus menjadi gerakan kolektif yang melibatkan seluruh elemen bangsa, demi warisan yang tetap relevan untuk generasi mendatang,” pungkas Menbud.
Kebijakan ini sejalan dengan upaya Indonesia memajukan diplomasi budaya sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal.
Acara ini akan menghadirkan akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai bidang seperti arkeologi, geologi, antropologi, dan biologi.
Beberapa subtema yang diangkat meliputi identitas budaya Toala-Austronesia, seni cadas (rock art), flora-fauna endemik Wallacea Sulawesi, hingga tradisi lokal Maros.
BACA JUGA
BRIN Temukan Spesies Baru, Ikan Buta Tanpa Mata di Perut Bumi Karst Klapanunggal Bogor
Peserta dapat mengirim abstrak hingga 15 Juni 2025, dengan artikel lengkap diterima paling lambat 24 Juni 2025. Hasil konferensi akan dipublikasikan dalam bentuk buku nasional, prosiding internasional oleh Springer, dan book chapter IGI Global Scientific Publishing.
“Kami ingin memperkuat posisi Maros sebagai laboratorium alam warisan manusia purba yang relevan bagi kajian global,” tambah panitia.
Konferensi Internasional Gau Maraja Maros 2025 ini diharapkan menjadi momentum strategis untuk mengedukasi publik sekaligus merancang langkah konkret perlindungan kawasan karst.
(Aak)