BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Kehilangan salah satu bagian tubuh, khususnya kaki, tentu saja bukan hal yang mudah. Namun, hal harus dialami oleh Nadhifa Ramadhani, seorang perempuan muda yang penuh semangat hidup, ketika ia harus rela kehilangan salah satu kakinya akibat kanker tulang.
Peristiwa ini mengubah jalan hidupnya, tetapi tak menghentikan langkahnya untuk terus berjuang dan berprestasi. Nadhifa membuktikan, kejadian yang menimpannya tidak bisa menghalangi tekadnya untuk melanjutka pendidikan ke perguruan tinggi melalui beasiswa LPDP.
Kecintaannya pada bola basket juga tetap menyala, bahkan setelah harus beradaptasi dengan kursi roda dan kaki palsu. Nadhifa kini menjadi bagian dari komunitas Jakarta Swift Wheelchair Ball, sebuah klub bola basket kursi roda yang membuka jalannya kembali ke dunia olahraga.
Dengan semangat yang membara, Nadhifa terus bermain basket dan berkompetisi, membuktikan bahwa olahraga adalah milik semua orang, tanpa memandang kondisi fisik.
Serangan Kanker dan Keputusan Amputasi
Tahun 2012 menjadi titik balik dalam hidup Nadhifa. Saat duduk di bangku SMP, ia didiagnosis menderita osteosarkoma, sebuah jenis kanker tulang.
Setelah menjalani berbagai pengobatan, keputusan sulit pun harus diambil—dokter memutuskan bahwa amputasi kaki adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya.
“Keluarga benar-benar support system ku banget karena mereka adalah orang-orang yang benar-benar bisa bikin aku tetap ketawa gitu di saat-saat yang sulit karena aku harus menjalani kemoterapi yang kayak dulu seperti nggak ada ujungnya gitu,” kata Nadhifa, mengutip laman lpdp, Senin (16/9/2024).
Kegemarannya bermain bola basket sempat terhenti. Namun, tahun 2018, saat menyaksikan gelaran Asian Para Games, ia kembali menemukan motivasinya.
Pada tahun 2019, ia bergabung dengan Jakarta Swift Wheelchair Ball dan mulai aktif bermain basket kursi roda. Kini, Nadhifa telah berkompetisi hingga ke luar negeri, membuktikan bahwa disabilitas tidak membatasi prestasinya.
Cinta di Atas Lapangan Basket
Tak hanya menemukan kembali semangatnya dalam berolahraga, Nadhifa juga menemukan cinta di komunitas basket tersebut. Suaminya, Ali Amran Al Afif, adalah sesama atlet basket kursi roda. Pertemuan di atas lapangan basket berlanjut menjadi hubungan yang lebih serius, hingga mereka memutuskan untuk menikah.
“Kami awalnya berteman, tapi seiring waktu, kami merasa cocok dan memutuskan untuk menikah,” kenangnya.
Meraih Mimpi di Columbia University
Kehidupan Nadhifa Ramadhani terus berkembang, terutama dalam hal pendidikan. Terinspirasi oleh suaminya yang telah lebih dulu melanjutkan studi di Columbia University, Nadhifa pun mengikuti jejaknya.
Pada September 2024, ia memulai studinya di universitas yang sama, mengambil program Nutrition and Exercise Physiology.
Bidang studi ini sangat relevan dengan kecintaannya pada olahraga, khususnya dalam memahami peran gizi terhadap performa atlet, termasuk atlet disabilitas.
“Aku ingin membantu teman-teman atlet disabilitas agar lebih memahami pentingnya gizi dalam meningkatkan performa,” katanya.
Perjuangan dan Harapan untuk Masa Depan
Di Indonesia, penyandang disabilitas masih sering dipandang sebelah mata, terutama dalam akses terhadap pendidikan dan peluang karier.
Namun, Nadhifa dan suaminya membuktikan bahwa dengan semangat dan dukungan, mereka bisa meraih pendidikan tinggi dan berkontribusi lebih banyak bagi masyarakat.
Beasiswa LPDP bagi penyandang disabilitas adalah salah satu bentuk dukungan dari pemerintah untuk memastikan inklusivitas dalam dunia pendidikan.
Program ini tidak hanya memberikan beasiswa, tetapi juga pendampingan dan dukungan khusus bagi penerimanya, termasuk pendanaan untuk pendamping yang menemani selama studi.
Bagi Nadhifa, pendidikan adalah kunci untuk membuka peluang lebih luas, baik untuk dirinya maupun untuk komunitas disabilitas di Indonesia.
“Jangan takut untuk mencoba dan melanjutkan pendidikan, karena pendidikan adalah salah satu cara untuk membuktikan bahwa disabilitas bukanlah batasan,” pesannya kepada teman-teman penyandang disabilitas lainnya.
BACA JUGA: Kisah Mahasiswa PENS Dipinang Industri Jepang
Nadhifa Ramadhani merupakan contoh nyata keterbatasan fisik tidak berarti keterbatasan semangat dan prestasi. Melalui semangatnya yang pantang menyerah, ia terus menginspirasi banyak orang untuk tetap bermimpi dan berjuang.
(Virdiya/Budis)