BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua KPU Jabar, Ummi Wahyuni resmi dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI pada Senin (2/12/2024). Lalu, apakah pemecatan Ketua KPU Jabar ini menghambat proses rekap suara Pilkada Jabar 2024?
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Sosdiklih Parmas) KPU Jabar, Hedi Ardia, menegaskan bahwa tahapan Pilkada 2024 Jawa Barat tidak terganggu dengan pemecetan Ummi Wahyuni dari posisinya.
KPU Jabar, kata Hedi, tetap berupaya untuk memastikan tahapan Pilkada 2024 tetap berjalan, khususnya rekapitulasi suara sebagai tahapan paling krusial.
“Kami memastikan, tahapan Pilkada serentak 2024 tidak terganggu dengan adanya keputusan DKPP soal pemberhentian Ummi Wahyuni,” ujar Hedi, mengutip Antara.
Terkait pemecatan Ketua KPU Jabar, Hedi mengatakan bahwa jajarannya berduka seiring adanya putusan dari DKPP RI.
Pihaknya akan segera menggelar rapat pleno untuk menindaklanjuti langkah ke depan pasca pemberhentian Ummi Wahyuni.
“Yang pasti kita bersedih dengan keputusan tersebut,” kata Hedi.
Kesalahan Fatal Ummi Wahyuni
Putusan pemecatan dibacakan DKPP RI, Heddy Lugito pada Senin (2/12/2024), disiarkan secara terbuka melalui kanal YouTube resmi DKPP RI dalam agenda Sidang Pembacaan Putusan 7 Perkara Dugaan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Heddy mengatakan DKPP RI mengabulkan permohonan pengadu bernama Eep Hidayat, yang ditujukan terhadap Ummi Wahyuni sebagai teradu.
“Memutuskan, mengabulkan permohonan pengadu untuk sebagian, menjatuhkan sanksi peringatan keras dan pemberhentian dari jabatan Ketua, teradu Ummi Wahyuni selaku Ketua merangkap Anggota KPU Provinsi Jawa Barat, terhitung sejak putusan ini dibacakan (Senin, 2 Desember 2024)” ungkap Heddy.
BACA JUGA: Langgar Kode Etik, DKPP Berhentikan Ketua KPU Jabar
Kronologi
DKPP RI telah menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 131-PKE-DKPP/VII/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, pada Jumat (20/9/2024).
Ummi Wahyuni sebagai teradu, didalilkan telah membiarkan dan mengamini pergeseran suara Partai Nasional Demokrat (Nasdem) atas nama Ujang Bey selaku Calon Anggota DPR RI nomor urut 5 Dapil Jawa Barat IX, yang telah merugikan Eep Hidayat, Calon Anggota DPR RI nomor urut Dapil IX Jawa Barat, selaku pengadu.
Sekretaris DKPP David Yama mengatakan, agenda sidang ini DKPP akan mendengarkan keterangan dari para pihak, baik Pengadu, Teradu, Saksi, maupun Pihak Terkait.
Ia menambahkan, DKPP telah memanggil para pihak secara patut sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022.
Kronologi dibacakan oleh salah satu anggota DKPP. Fakta dimulai dari sidang pemeriksaan 6-11 Maret 2024. Saat itu, telah dilakukan rapat terbuka penetapan hasil pemilu provinsi Jabar, bahwa dapil Jabar IX yang meliputi Sumedang, Majalengka, dan Subang telah dilakukan pleno hari pertama, ketiga, dan kelima.
Pada 6 Maret 2024, dibacakan hasil penghitungan suara Pileg oleh KPU Sumedang, kemudian 8 Maret 2024 embacaan hasil oleh KPU Majalengka, dan 10 Maret 2025 adalah pembacaan hasil oleh KPU Sumedang. Pembacaan hasil pemilu di tiga wilayah ini tidak ada sanggahan.
Namun pada 18 Maret 2024, di mana pleno dipimpin oleh Hedi Ardia selaku Ketua Divisi Sosdiklih Parmas KPU Jawa Barat, saksi PKS mengajukan protes hasil perolehan suara dari partai Nasdem di Jabar IX yang tidak sesuai atau diduga terjadi pergeseran suara.
Merespon protes itu, Hedi Ardia pun memerintahkan pihak KPU Jabar, atas nama Respati Gumilar untuk mengecek sirekap dan segera diperbaiki. Setelah diprint, lalu diserahkan ke para saksi, dan hasil ditemukan tidak ada perubahan.
Hanya saja, sebelum ditandatangani, tidak ada upaya dari Ketua KPU Jabar Ummi Wahyuni untuk melakukan pengecekan kebenaran dan kesesuaian dokumen yang akan ditandatanganinya.
Kemudian terungkaplah fakta dalam sidang pemeriksaan, bahwa formulir model D hasil prof DPR yang telah ditandatangani oleh Ummi Wahyuni selaku teradu dan pihak terkait, terdapat perbedaan suara Partai Nasdem pada dapil Jabar IX untuk perolehan suara partai dan calon anggota legislatif DPR RI nomor urut 5, Ujang Bey.
Pada saat rekapitulasi suara di KPU Kabupaten Sumedang, suara partai nasdem sejumlah 5.859, berubah menjadi 1.844. Sedangkan suara calon anggota DPR RI nomor urut 5, Ujang Bey dari 10.658 suara berubah menjadi 14.670 suara.
KPU Jabar baru mengetahui perubahan suara tersebut setelah ada pelimpahan dari Bawaslu RI yang dilaporkan oleh Syarif Hidayat dan Alam Yusuf yang keduanya merupakan saksi pengadu dengan delik laposan dugaan tindak pidana pemilu.
Terungkap fakta bahwa formulir D terhadap perbedaan suara partai Nasdem di Jabar IX pada nomor urut 5, terjadi selisih suara 4.015 yang membuat penambahan suara pada caleg tertentu.
“Sehingga perubahan suara tersebut mempengaruhi suara di Provinsi dapil Jabar IX semula 27.531 suara menjadi 31.546 suara. Sehingga caleg nomor urut 5 menjadi peringkat 1 dan pengadu peringkat 2,” dalam putusan tersebut.
Suara calon DPR RI tertentu bertambah, tapi suara Partai Nasdem berkurang. Selain itu, video rekapitulasi dapil Jabar IX hilang dari video live streaming karena di-unlist.
Dikatakan dalam bukti percakapan salah satu Komisioner KPU, Chaeruman Setyanugraha dan M Refaldi, ada permintaan dari Ketua KPU untuk take down video, yang kemudian di-hide. Sehingga live streaming tersebut tidak dapat diakses.
DKPP RI menilai tindakan teradu yang tidak melakukan pencermatan dapil Jabar IX meliputi Sumedang, Majalengka, dan Subang adalah tindakan yang tidak dibenarkan menurut etika penyelenggaraan pemilu.
Teradu tidak profesional dan akuntabel dalam melakukan tugas melindungi suara rakyat, sehingga terjadi pergeseran suara yang menyebabkan kerugian pengadu.
Ummi Wahyuni sebagai Ketua KPU Provinsi Jawa Barat terbukti pada percakapan whatsapp melakukan takedown video live streaming.
Ummi terbukti tidak jujur dan transparan, sehingga jawaban sanggahannya tidak dapat meyakinkan DKPP. Ummi dijatuhi terbukti melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu.
(Aak)