BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Suatu hari, Syekh Abdul Qodir Jaelani bersama para muridnya sedang melakukan perjalanan menuju suatu tempat. Langkah mereka tenang, suasana hati penuh ketenangan, hingga tiba-tiba perjalanan mereka terhenti oleh seorang pemabuk yang sedang mabuk berat.
Tubuh sang pemabuk limbung, matanya sayu, namun ada sesuatu yang membuatnya berbeda dari pemabuk biasa.
Dengan suara yang terbata-bata, pemabuk itu menghentikan rombongan Syekh Abdul Qodir Jaelani. Tanpa basa-basi, ia mengajukan pertanyaan yang membuat semua orang terkejut, termasuk sang Syekh sendiri.
“Wahai Abdul Qodir, Allah itu Maha Kuasa atau tidak?” tanyanya dengan suara lantang.
Syekh Abdul Qodir al-Jaelani tersenyum ramah. Dengan penuh kesabaran, beliau menjawab, “Tentu, Allah Maha Kuasa.”
Namun, pemabuk itu seolah tidak mendengar jawaban sang Syekh. Ia kembali mengulang pertanyaan yang sama,
“Wahai Abdul Qodir, Allah itu Maha Kuasa atau tidak?”
Kali ini, Syekh Abdul Qodir al-Jaelani menjawab dengan lebih lembut, penuh kasih sayang, “Pasti, Allah adalah Dzat Maha Kuasa atas segalanya.”
Tapi, pemabuk itu belum puas. Untuk ketiga kalinya, ia mengulang pertanyaan yang sama, “Wahai Abdul Qodir, Allah itu Maha Kuasa atau tidak?”
Di saat itulah, sesuatu yang tak terduga terjadi. Syekh Abdul Qodir al-Jaelani tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Beliau bersujud kepada Allah, lalu berkata dengan suara yang penuh ketakutan dan kerendahan hati,
“Demi Allah, wahai saudaraku, Allah itu Maha Kuasa, Maha Kuasa, Maha Kuasa.”
Para murid yang menyaksikan kejadian ini pun kebingungan. Mereka saling pandang, penasaran dengan tangisan sang guru. Akhirnya, salah seorang murid memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai Tuan Syekh, apa gerangan yang membuatmu menangis?”
Dengan suara yang bergetar, Syekh Abdul Qodir al-Jaelani menjawab, “Betul sekali si pemabuk itu. Pertanyaan terakhirnya menyadarkanku akan kebesaran Allah. Kapan saja Allah mampu mengubah nasib seseorang, termasuk diriku. Siapa yang bisa menjamin dirinya akan bernasib baik, meninggal dalam keadaan husnul khotimah? Pertanyaan itu mengingatkanku untuk tidak merasa aman dari rencana Allah. Aku takut, wahai murid-muridku, takut jika Allah mengubah hatiku. Maka, aku bersujud dan berdoa agar Allah senantiasa memelihara kesehatanku dan melindungi aibku.”
Setelah itu, Syekh Abdul Qodir al-Jaelani memerintahkan para muridnya untuk membawa pemabuk itu ke pondok. Beliau menyuruh mereka memandikan, memuliakan, dan melayani pemabuk itu dengan sebaik-baiknya.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua. Betapa pentingnya untuk senantiasa berdoa dalam sujud, memohon kepada Allah agar hati kita tetap teguh dalam agama-Nya. Sebagaimana doa yang diajarkan Rasulullah SAW:
يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
(Ya Muqallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinik). Artinya: Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.
Doa ini mengajarkan kita untuk tidak pernah merasa aman dari ujian dan perubahan hati. Sebab, hanya Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk hati kita.
BACA JUGA
Karomah Syekh Abdul Qadir Jailani: Kebiasaan Puasa Sejak Bayi
Kisah Imam al-Ghazali dan Seekor Lalat yang Menjadi Penghantarnya ke Surga
Kisah ini diambil dari hikmah kehidupan Syekh Abdul Qodir al-Jaelani, seorang sufi besar yang mengajarkan kita tentang kerendahan hati dan ketakutan kepada Allah. (Sumber: baznas.go.id)
(Aak)