BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Animator 3D asal Pakistan, Junaid Miran, akhirnya membatalkan rencananya menuntut pembuat film animasi Merah Putih: One For All. Keputusan ini diambil setelah ia dihubungi langsung oleh kreator film tersebut, Bintang Takari.
“Kita telah memenangkan pertarungan ini,” ujar Junaid dalam pernyataannya di kanal YouTube, Kamis (4/9/2025). “Pencipta filmnya, Pak Bintang Takari menghubungi Junaid secara langsung,” imbuhnya.
Junaid menegaskan bahwa yang ia tuntut sejak awal hanyalah pengakuan atas karyanya. Dari percakapan dengan Bintang Takari, ia merasa sudah mendapatkan haknya berupa kredit.
“Tanpa pengacara, tanpa permusuhan, hanya dua seniman yang berbicara secara terbuka,” kata Junaid.
“Karena pertarungan ini tidak pernah tentang uang, tidak pernah tentang menjatuhkan seseorang, ini tentang sesuatu yang sangat sederhana, kredit, pengakuan atas karya Junaid,” imbuhnya.
Uang Donasi Akan Dikembalikan
Sebelumnya, Junaid sempat menjual karyanya dengan harga murah senilai 5 dollar (Rp 82.245) per aset demi mengumpulkan dana untuk mengajukan tuntutan. Uang itu awalnya akan digunakan untuk membiayai perjalanannya.
Namun, setelah memutuskan tidak melanjutkan rencana tuntutan, Junaid menyatakan akan mengembalikan dana yang sudah terkumpul.
“Tidak ada alasan bagi Junaid untuk menyimpan uang tersebut,” ujarnya.
Ia juga mengarahkan publik untuk mencari opsi pengembalian dana dan mempersilakan mereka yang sudah mengirimkan uang menghubunginya langsung jika ada kendala.
Meski begitu, Junaid menegaskan tidak akan menarik kembali karyanya yang sudah dibeli masyarakat. Menurutnya, itu adalah bentuk terima kasih kepada para pendukung, khususnya dari Indonesia.
“Kalian itu hebat sekali, sungguh,” kata Junaid.
Baca Juga:
Film Animasi Merah Putih: One for Al Banjir Kritik, ‘Hilang’ dari Layar Lebar?
Pengusaha Kreatif Siap Gelontorkan Rp1 Miliar untuk Remake Film Animasi Merah Putih One For All
Akar Kontroversi
Kontroversi film Merah Putih: One For All bermula sebelum pemutaran perdana, ketika netizen menemukan bahwa sejumlah aset film disebut berasal dari marketplace. Enam karakter di film tersebut diketahui merupakan karya Junaid.
Junaid Miran mengaku tidak pernah memberi izin penggunaan asetnya untuk film itu. Setelah mendapat dukungan luas dari masyarakat Indonesia, ia sempat berniat menuntut pembuat film tersebut. Namun karena kendala biaya dan lokasi yang berbeda negara, Junaid menggalang dana dengan menjual karyanya.
Kini, setelah mendapatkan pengakuan langsung dari sang kreator, Junaid memilih menutup permasalahan itu dengan damai.
Baginya, penghargaan atas karya lebih berharga daripada sekadar uang atau kemenangan hukum.
(Hafidah Rismayanti/_Usk)