BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Jejak digital buruk Gus Miftah kembali terkuak, kali ini dengan korban seniman senior Yati Pesek. Dalam video yang beredar luas, Gus Miftah melontarkan penghinaan terhadap Yati Pesek dengan menyangkutpautkan penampilan fisik.
“Aku bersyukur Bude Yati jelek, kalau cantik jadi lont*,” ucap Gus Miftah dalam kalimat tak sopannya, mengutip pada Kamis (5/12/2024).
Pernyataan Gus Miftah tersebut menuai kecaman publik, mengingat Yati Pesek adalah seniman senior dengan karier panjang dan prestasi gemilang.
“Ini Bu Yati usianya sudah 70 tahun lebih. Jadi sasaran kalimat semacam itu, tak ada anak yang punya ibu mau menerima kata-kata itu,” lanjutnya.
Komentar tersebut juga menyoroti perjalanan karier Yati Pesek yang jauh lebih panjang dan berpengaruh dibandingkan Gus Miftah.
“Miftah ini masih anak kemarin sore dibandingkan Bu Yati yang sudah bekerja di ranah budaya sejak tahun 1964,” tulis pemilik akun @zoelfick.
“Jika ke beliau saja Miftah begitu enteng merendahkannya, bagaimana lagi orang-orang yang dianggapnya cuma orang biasa,” sambungnya.
Latar Belakang Artis Senior
Yati Pesek, perempuan kelahiran Yogyakarta, mewarisi bakat seni dari orang tuanya. Ayahnya adalah pengrawit dan ibunya seorang penari, keduanya juga pemain wayang orang.
Sejak kecil, Yati belajar menari dari ibunya dan mendapatkan pelatihan privat dari guru tari ternama seperti R. M. Joko Daulat dan Basuki Koeswaraga.
Bakatnya semakin terasah saat berusia tujuh tahun, ketika Yati terpilih untuk tampil di bagian pembuka sebelum pertunjukan wayang orang.
BACA JUGA :Deddy Corbuzier Bungkam Soal Kasus Gus Miftah!
Sejak saat itu, Yati Pesek telah berkiprah di dunia hiburan selama lebih dari 60 tahun, memberikan kontribusi besar bagi dunia seni budaya Indonesia.
Pernyataan Gus Miftah terhadap Yati Pesek menunjukkan kurangnya penghargaan terhadap para seniman senior dan pengalaman mereka.
Perilaku tersebut juga menjadi bukti nyata dari jejak digital buruk yang terus melekat pada Gus Miftah, yang semakin mengikis kredibilitasnya di mata publik.
(Hafidah Rismayanti/Usk)