JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Istana Garuda di IKN, dirancang oleh pematung asal Bali Nyoman Nuarta, kembali menuai kritik di media sosial.
Desain bangunan itu, yang dimaksudkan menyerupai burung garuda, dianggap oleh beberapa netizen lebih mirip kelelawar karena warna sayapnya yang cokelat gelap kehitaman.
Sejak awal, desain itu memang telah menjadi polemik dan mendapat kritik dari berbagai asosiasi profesional seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Green Building Council Indonesia (GBCI).
BACA JUGA: Pemerintah Sediakan Bus untuk Tamu Undangan Upacara 17 Agustus di IKN
Mereka berpendapat bahwa bentuk burung garuda tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa Indonesia, terutama di era digital dan bangunan emisi rendah pasca Covid-19.
“Sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa, terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah dan pasca Covid-19,” jelas Rana dalam pernyataannya, Kamis, 1 April 2021.
Nyoman Nuarta telah menjelaskan bahwa pemilihan bentuk burung garuda bertujuan untuk merepresentasikan keberagaman budaya Indonesia tanpa terikat pada satu budaya tertentu.
Istana Garuda, yang dibangun di atas lahan 55,7 hektare, tidak hanya dimaksudkan sebagai landmark tetapi juga sebagai simbol sinergi antara sains, seni, dan teknologi. Desain bangunan ini juga mempertimbangkan aspek estetik, nilai guna, dan manfaat bagi kemajuan pariwisata Indonesia.
“Di dalam sayap (Garuda) itu ada hutannya. Jadi kalau Bapak Presiden ingin rapat di bawah pohon tetapi tidak kehujanan maka di situ tempatnya,” ujar Nyoman Nuarta.
Kontroversi terus berlanjut meskipun Presiden Joko Widodo telah menyetujui rancangan tersebut sejak 2021 dan bangunan itu diharapkan mencerminkan keberagaman dan persatuan Indonesia, sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
(Saepul/Budis)