JAKARTA,TM.ID: Krisis pangan yang sudah menjadi ancaman di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, membuat Ketua DPR RI Puan Maharani terdorong untuk membuat sebuah regulasi khusus yang mengatur soal zonasi lahan subur.
Puan menjelaskan bahwa ancaman krisis pangan di Indonesia dapat dilihat dari gejalan lonjakan harga pangan, terutama beras dan gula yang terjadi belakangan ini.
Menurutnya, gejala ini terjadi karena sistem pangan yang belum betul-betul efektif sehingga berefek pada konflik agraria, kemiskinan, kelaparan, stunting, obesitas, perubahan iklim, dan kerusakan alam.
Ancaman Krisis Pangan Berdasarkan Data Statistik
Jika mengacu pada catatan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata harga semua jenis beras pada pekan pertama Oktober 2023 menembus harga Rp 13.674 per kilogram.
Harga tersebut mengalami kenaikan lebih dari Rp 1.500 per kilogram dibanding pekan pertama September 2023, yang masih berada di bawah Rp 11.900 per kilogram.
Kenaikan harga tersebut berujung pada inflasi beras secara bulanan pada September 2023 yang mencapai angka 5,61 persen, sekaligus menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Bahkan, harga beras kualitas medium tahun ini mengalami kenaikan yang tidak biasa, yakni tembus Rp 12.685 per kilogram atau naik 29,6 persen sepanjang 2023.
Selain itu, melalui pemantauan harga pada Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP), terdapat 338 kota dan kabupaten di Indonesia yang mengalami lonjakan Indeks Perkembangan Harga (IPH) gula.
Berkaca pada hal itu, Puan Maharani mengingatkan pemerintah memperhatikan apa penyebab melambungnya harga beras.
Puan menilai bahwa salah satu melambungnya harga beras itu karena terkendala alih fungsi lahan sawah yang terjadi secara masif.
“Kurangnya produksi pangan yang diakibatkan krisis lahan juga ditambah fenomena kekeringan yang berkepanjangan membuat produksi pangan seperti beras juga mengalami penurunan drastis,” ujar Puan, seperti dilansir laman DPR RI, Selasa (17/10/2023).
Alih Fungsi Lahan Pertanian
Sementara menurut data Kementerian Pertanian (Kementan), alih fungsi lahan pertanian mencapai 90.000 hingga 100.000 hektar setiap tahun.
Saat ini, luas lahan baku sawah (LBS) telah mengalami penyusutan, termasuk di 8 provinsi sentra beras nasional, yakni Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Pada tahun 2019, total LBS di 8 provinsi tersebut mencapai 3,97 juta hektare (ha), sedangkan pada 2021 menyusut menjadi 3,84 juta ha.
Banyaknya alih fungsi lahan, tegas Puan, harus menjadi pengingat agar pemerintah membuat pemetaan baru serta regulasi khusus yang berkaitan dengan zonasi lahan subur.
“Tujuannya agar zonasi tersebut diperuntukkan untuk lahan pertanian dan mencegah terjadinya alih fungsi lahan,” ujar Puan.
(Aak)