BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Perjalanan kereta cepat Whoosh G1060 rute Tegalluar Summarecon–Halim mengalami gangguan singkat pada Minggu (24/8/2025) malam. Kereta berhenti di kilometer 111+200 setelah benang layangan tersangkut di jaringan listrik aliran atas atau overhead catenary system (OCS).
General Manager Corporate Secretary KCIC, Eva Chairunisa, menyampaikan permintaan maaf kepada penumpang. Menurutnya, penghentian sementara dilakukan sesuai prosedur keselamatan.
“Langkah ini harus ditempuh untuk memastikan keamanan tetap terjaga,” ujarnya, Senin (25/8/2025).
Kronologi Kejadian
Sekitar pukul 19.34 WIB, masinis KA G1053 lebih dulu melaporkan adanya benang layangan di jalur OCS. Pusat kendali kereta (train control) langsung menindaklanjuti laporan itu dengan membatasi kecepatan, menurunkan pantograf, dan memperketat pengawasan.
Pada pukul 20.21 WIB, kereta Whoosh G1060 diberhentikan di kilometer 111+330. Petugas power supply diturunkan untuk membersihkan benang layangan secara manual. Setelah aliran listrik dimatikan, proses evakuasi selesai hanya dalam lima menit. Tepat pukul 20.29 WIB, kereta kembali beroperasi normal.
Baca Juga:
Gegara Nabrak Biawak, Whoosh Molor 40 Menit
Waduh, Dirut KAI Akui Beban Keuangan KCIC Bom Waktu Siap Meledak?
Risiko Layangan dan Ketiadaan Regulasi
Insiden ini kembali menunjukkan bahwa layangan bisa menjadi ancaman serius bagi transportasi berbasis listrik. Walau KCIC sudah rutin mengimbau masyarakat, aturan khusus yang melarang aktivitas layangan di sekitar jalur kereta cepat sampai kini belum sepenuhnya disahkan pemerintah.
Akibatnya, pengawasan masih bertumpu pada patroli dan edukasi di lapangan. KCIC pun telah menggandeng aparat Bhabinkamtibmas dan Babinsa untuk menyisir area rawan di Padalarang, Cimahi, hingga Bandung.
Indonesia boleh berbangga dengan hadirnya kereta cepat pertama, tetapi gangguan sederhana seperti benang layangan justru mengungkap lemahnya pengawasan.
Eva menegaskan, bermain layangan di jalur kereta cepat bukan hanya melanggar aturan, melainkan juga membahayakan nyawa.
“Aktivitas itu bisa menyebabkan gangguan teknis, menunda perjalanan, bahkan menimbulkan kecelakaan,” katanya.