BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Di tengah meningkatnya kebutuhan global akan pemahaman lebih dalam tentang cuaca antariksa, Badan Antariksa Eropa (ESA) mencetak sejarah dengan peluncuran misi Proba-3, misi antariksa pertama di dunia yang berhasil menciptakan gerhana Matahari buatan secara berulang dengan bantuan dua satelit terbang formasi presisi tinggi.
Dalam misi ini, dua satelit Occulter dan Coronagraph didesain untuk bekerja sama menciptakan kondisi serupa gerhana total.
Satelit Occulter berfungsi menghalangi cahaya Matahari, sementara Coronagraph yang berjarak sekitar 150 meter di belakangnya, mengamati korona Matahari, bagian atmosfer luar yang sangat sulit diteliti dari Bumi.
“Dengan Proba-3, kami tidak lagi bergantung pada momentum gerhana alami yang langka dan singkat. Kini kami bisa melakukan pengamatan dengan durasi hingga lima jam dan frekuensi hingga 50 kali per tahun,” ujar pihak ESA.
Korona Matahari memiliki peran krusial dalam berbagai fenomena cuaca antariksa, termasuk lontaran massa koronal (CME) yang bisa berdampak besar pada sistem komunikasi, satelit, hingga jaringan listrik di Bumi.
Salah satu misteri terbesar yang masih dicari jawabannya adalah: mengapa suhu korona bisa mencapai lebih dari satu juta derajat Celcius, jauh lebih panas dari permukaan Matahari sendiri.
Teknologi yang memungkinkan Proba-3 bekerja adalah formation flying tingkat tinggi tanpa kendali terus-menerus dari Bumi.
Baca Juga:
China Luncurkan 18 Satelit LEO, Saingi Starlink!
Kedua satelit mampu menjaga posisi mereka dengan akurasi dalam skala milimeter sebuah pencapaian yang membuka kemungkinan baru dalam eksplorasi luar angkasa.
Instrumen utama misi ini adalah ASPIICS, kamera korona canggih yang menghasilkan citra dalam berbagai spektrum warna, memungkinkan para ilmuwan mengamati struktur korona, prominensia, dan aktivitas matahari lainnya dengan resolusi tinggi.
Misi senilai €200 juta ini bukan sekadar langkah maju Eropa dalam persaingan eksplorasi luar angkasa, melainkan simbol pergeseran paradigma dalam pendekatan ilmiah, dari menunggu fenomena langit, menjadi mampu menciptakan kondisi langit itu sendiri.
Ke depan, data yang dihasilkan Proba-3 diharapkan menjadi fondasi penting dalam pengembangan sistem peringatan dini cuaca antariksa, demi perlindungan infrastruktur digital dan teknologi modern umat manusia.
(Budis)