Doom Spending, Ancaman Finansial di Kalangan Generasi Z dan Milenial

Doom Spending
(Foto: Today)

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Fenomena “Doom Spending” telah menjadi tren yang mengkhawatirkan di kalangan Generasi Z dan Milenial, di mana kebiasaan belanja impulsif dan konsumsi yang tidak terkontrol semakin umum terjadi.

Istilah “Doom Spending” merujuk pada tindakan menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan, sering kali dilakukan sebagai bentuk pelarian dari kecemasan, tekanan sosial, atau hanya untuk memberikan “self-reward” setelah bekerja keras.

Namun, kebiasaan ini memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar memuaskan hasrat konsumtif sesaat, terutama dalam hal keuangan jangka panjang.

Banyak dari anggota Generasi Z dan Milenial yang terjebak dalam pola konsumsi yang berbahaya ini akibat pengaruh media sosial.

Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dipenuhi dengan konten yang mempromosikan gaya hidup mewah, barang-barang eksklusif, pakaian desainer, gadget terbaru, hingga liburan eksotis.

Paparan yang konstan terhadap konten semacam ini menciptakan ekspektasi sosial yang tidak realistis, di mana kebahagiaan dan status sosial sering kali dikaitkan dengan kepemilikan barang-barang konsumtif tersebut.

Menurut Ylva Baeckstrom, dosen senior keuangan di King’s Business School, perilaku “Doom Spending” merupakan sesuatu yang tidak sehat dan dapat berakibat fatal.

Dalam wawancaranya dengan CNBC Make It, ia menyatakan bahwa “Doom Spending” sering kali dipicu oleh eksposur berita buruk melalui media sosial, yang menyebabkan perasaan cemas dan ketidakpastian.

Ketika individu merasa tertekan oleh kondisi sosial atau emosional, mereka cenderung menggunakan belanja sebagai bentuk kompensasi emosional, meskipun barang yang mereka beli tidak benar-benar dibutuhkan.

Hal ini menciptakan siklus belanja impulsif yang sulit dihindari, terutama di kalangan generasi muda yang lebih rentan terhadap pengaruh media sosial.

Generasi Z, yang tumbuh di era digital, sangat terpapar pada tekanan sosial di dunia maya. Mereka kerap merasa “tertinggal” atau mengalami FOMO (Fear of Missing Out) ketika melihat teman-teman mereka atau para influencer memamerkan barang-barang baru atau gaya hidup yang tampak lebih glamor.

Sebagai hasilnya, banyak yang terdorong untuk mengikuti tren tersebut demi menjaga citra diri, bahkan ketika hal tersebut berisiko terhadap stabilitas finansial mereka.

Survei yang dilakukan oleh CNBC tentang keamanan finansial menunjukkan bahwa hanya 36,5 persen orang dewasa merasa kondisi keuangan mereka lebih baik dibandingkan orang tua mereka, sementara 42,8 persen lainnya merasa kondisi mereka lebih buruk.

Hasil ini mengungkapkan bahwa banyak anggota Generasi Z dan Milenial yang menghadapi tantangan besar dalam mengelola keuangan mereka. Meskipun memiliki akses ke lebih banyak informasi dan teknologi, mereka justru terperangkap dalam gaya hidup konsumtif yang memperparah situasi keuangan pribadi.

Salah satu aspek yang paling meresahkan dari “Doom Spending” adalah dampaknya terhadap stabilitas finansial jangka panjang.

Banyak dari anggota Generasi Z yang masih berada dalam tahap awal karier mereka, dengan pendapatan yang relatif rendah atau tidak stabil.

Belanja impulsif yang tidak terkontrol membuat mereka sulit untuk menabung atau mempersiapkan dana darurat. Alih-alih menabung untuk tujuan keuangan yang lebih besar, seperti membeli rumah, membayar utang pendidikan, atau pensiun, mereka justru menghabiskan uang untuk hal-hal yang sifatnya sementara.

Dalam banyak kasus, kebiasaan “Doom Spending” juga mendorong penggunaan kartu kredit atau pinjaman online.

Gaya hidup konsumtif yang didukung oleh pinjaman ini akhirnya membawa mereka pada utang yang menumpuk, yang tanpa perencanaan yang baik dapat menjadi beban finansial yang berat di masa depan.

Dalam jangka panjang, utang yang tidak terkendali ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk mencapai stabilitas keuangan dan meningkatkan risiko masalah finansial yang lebih serius.

Fenomena “Doom Spending” ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat Generasi Z dan Milenial lebih cepat mengalami kesulitan keuangan dibandingkan generasi sebelumnya.

Perilaku konsumtif yang didorong oleh tekanan sosial dan emosional tidak hanya mengurangi kemampuan mereka untuk menabung, tetapi juga menempatkan mereka dalam siklus utang yang sulit diatasi.

Untuk menghadapi ancaman ini, Generasi Z perlu mengembangkan kesadaran finansial yang lebih baik. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan.

Belanja berdasarkan kebutuhan dapat membantu mengurangi pengeluaran impulsif dan menjaga pengeluaran tetap terkendali.

BACA JUGA: Ini Tantangan Hidup Generasi Z, Banyak Tekanan!

Menyusun anggaran bulanan yang disiplin juga menjadi kunci untuk mengelola keuangan dengan baik. Dengan adanya anggaran, seseorang dapat melacak pengeluaran dan menetapkan batasan untuk mencegah belanja berlebihan.

Selain itu, penting bagi generasi muda untuk membangun kebiasaan menabung secara rutin. Menabung bukan hanya tentang menyimpan uang, tetapi juga tentang mempersiapkan masa depan yang lebih aman secara finansial.

Memiliki dana darurat dapat membantu mereka menghadapi situasi tak terduga, seperti kehilangan pekerjaan atau keadaan darurat medis, tanpa harus mengandalkan utang.

Edukasi keuangan juga memainkan peran penting dalam mengatasi fenomena “Doom Spending”. Banyak dari Generasi Z yang mungkin belum sepenuhnya memahami bagaimana mengelola uang dengan bijak atau bagaimana menghindari jebakan utang.

Dengan edukasi keuangan yang tepat, mereka bisa belajar untuk membuat keputusan yang lebih cerdas terkait pengeluaran dan tabungan, serta mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang.

Dalam era modern yang dipenuhi dengan tekanan sosial dan eksposur digital, “Doom Spending” adalah ancaman nyata yang dihadapi oleh banyak generasi muda.

Kebiasaan belanja impulsif yang tidak terkendali tidak hanya merusak kondisi keuangan saat ini, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang serius.

Oleh karena itu, penting bagi Generasi Z untuk lebih sadar tentang pola konsumsi mereka dan mulai mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengelola keuangan dengan bijak.

Jika tidak ditangani dengan baik, fenomena ini dapat menyebabkan generasi ini lebih cepat mengalami kesulitan finansial dibandingkan generasi sebelumnya.

 

(Budis)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Jampidsus Kejagung Sutikno
Lagi-lagi Kejagung Bantah Politisasi Kasus Impor Gula Tom Lembong
Jeje Govinda
Politik Uang, 4 Paslon Pilkada KBB Desak Bawaslu dan KPU Diskualifikasi Jeje Ritchie-Asep Ismail
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani, PPDB Zonasi
Komisi X Lagi Getol Serap Aspirasi Soal PPDB Zonasi, Nanti Ada Formula Baru
IMG_20241126_114208_1
Bojan Hodak Sebut Port FC Salah Satu Tim Terkaya di Thailand dan Singgung Anggaran Belanja
Pilkada serentak 2024 bey machmudin
Pilkada Serentak 27 November, Ini Pesan Penting Gubernur Jabar
Berita Lainnya

1

Dikabarkan Dekat dengan Paula, Calon Gubernur Banten Andra Soni Pernah Jadi Kuli Sebelum Sukses

2

Password Wifi MCD Terbaru 2024!

3

BRIN Ubah Minyak Kelapa Menjadi Bio-jet Fuel

4

Daftar Pajak Isuzu Panther, Semua Tipe Lengkap!

5

Hampir Mirip, Ini Perbedaan Gejala Herpes dan Gigitan Tomcat
Headline
praperadilan tom lembong ditolak
PN Jakarta Selatan Tolak Praperadilan Tom Lembong, Hakim Beberkan Alasannya
Piala AFF 2024, Timnas Indonesia, Timnas Vietnam, PSSI, ASEAN Championship Mitsubishi Electric Cup 2024
Timnas Indonesia Prioritaskan Regenerasi di ASEAN Cup 2024, Target Tetap Final
Fransesco Bagnaia
Francesco Bagnaia: Radio Tim di MotoGP Belum Siap, Apa Manfaatnya?
Brace Cristiano Ronaldo
Brace Cristiano Ronaldo Warnai Kemenangan Al Nassr atas Al Gharafa di Liga Champions Asia