JAKARTA,TM.ID: Simak sejarah singkat mengenai Museum Nasional Indonesia (MNI) yang salah satu lokasi gedungnya dilanda kebakaran pada Sabtu (16/9/2023) malam.
Insiden tersebut mengejutkan semua pihak, yang tentu diliputi sekelumit kekhawatiran akan ancaman musnahnya beragam koleksi sejarah yang berharga bagi bangsa dan negara.
Kabar baiknya, kebakaran tersebut bisa segera diatasi meski diduga ada beberapa koleksi yang terdampak oleh amukan api tersebut.
Sejarah Berdirinya Museum Nasional Indonesia
Hadirnya Museum Nasional Indonesia berawal dari himpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 24 April 1778, di mana ketika itu di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual atau the Age of Enlightenment.
The Age of Enlightenment adalah masa ketika orang mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan. Kemudian pada tahun 1752 di Haarlem, Belanda berdiri De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda), yang mendorong orang-orang Belanda di Batavia, Indonesia untuk mendirikan organisasi sejenis.
BACA JUGA: BREAKING NEWS! Museum Nasional Kebakaran
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) merupakan lembaga independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan tersebut khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah, Berta menerbitkan hash penelitian.
Lembaga tersebut mengusung semboyan Ten Nutte van het Algemeen atau ‘Untuk Kepentingan Masyarakat Umum.
JCM Radermacher, salah seorang pendiri lembaga ini menyumbangkan rumah miliknya di Jalan Kalibesar di kawasan perdagangan di Jakarta-Kota.
Bukan hanya rumah, bahkan ia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna. Sumbangan dari JCM Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
Masa Pemerintahan Inggris
Inggris menguasai Indonesia dengan pusat pemerintahannya di Pulau Jawa dari 1811 sampai 1816. Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles menjabat sebagai direktur dari perkumpulan tersebut.
Di sisi lain, rumah di Kalibesar sudah dipenuhi dengan koleksi. Kemudian Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles pun memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society yang dulu disebut gedung Societeit de Harmonie.
Bangunan tersebut berlokasi di jalan Majapahit nomor 3, yang saat ini berdiri kompleks gedung sekretariat Negara, dekat Istana kepresidenan.
Jumlah koleksi milik BG terus neningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya. Pada tahun 1862, pemerintah Hindia-Belanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12, yang dutu disebut Koningsplein West.
Pendudukan Jepang
Pada area tanahnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau Sekolah Tinggi Hukum.Gedung ini pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, yang sekarang menjadi Departemen Pertahanan dan Keamanan. Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868.
Museum ini kemudian dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Masyarakat banyak yang menyebut museum ini “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah” karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang berkunjung ke museum pada tahun 1871.
BACA JUGA: Ada Ledakan Besar Sebelum Museum Nasional Terbakar
Namun ada juga masyarakat yang menyebutnya “Gedung Arca” karena di dalam gedung museum ini banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode.
Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah, sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia.
Perubahan nama tersebut disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”.
Dikelola Pemerintah Indonesia
Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional. Saat ini Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Museum Nasional mengusung visi yang mengacu kepada visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan national, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa”.
(Sumber: Museum Nasional Indonesia)
(Aak)