BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Desa Hokse di Nepal dikenal sebagai “Lembah Ginjal” karena sejarah kelamnya banyak penduduk yang menjual ginjal mereka karena kemiskinan ekstrem.
Kisah Kanchha dan Ram, dua pria yang menjual ginjal mereka demi kebutuhan finansial dan kini menderita akibat efek samping operasi, menjadi gambaran nyata tragedi ini.
“Tidak mungkin menghitung berapa banyak yang telah melakukannya,” kata Kanchha, seperti mengutip dari Sky News pada (1/4/2024).
Selama bertahun-tahun, calo telah membujuk warga Hokse untuk menjual ginjal mereka, meskipun praktik ini ilegal. Banyak yang merasa dieksploitasi, bahkan ada yang meninggal akibat operasi tersebut.
Meskipun upaya dilakukan untuk menghentikan praktik ini, kemiskinan yang parah kembali memicu krisis kesehatan, dan perdagangan ginjal terus berlanjut.
BACA JUGA : Misteri Penyakit Tidur di Desa Kalachi, Kazakhstan: Sleepy Hollow di Dunia Nyata
Migrasi Buruh dan Risiko Kesehatan Baru
Meningkatnya jumlah warga Nepal yang bekerja di luar negeri, terutama di negara-negara Teluk dan Malaysia, juga menimbulkan masalah baru. Banyak pria muda yang tadinya sehat kembali ke Nepal dengan masalah ginjal serius, diduga akibat paparan panas ekstrem dan dehidrasi parah.
Suman (31), yang terdesak secara finansial dan emosional, menjual ginjalnya di India dengan imbalan 3.000 poundsterling (sekitar Rp 60 juta). Pengalamannya menggambarkan betapa menyakitkan dan berisikonya praktik ini.
Perdagangan organ ilegal juga menjadi masalah besar di India, dipicu oleh kesenjangan besar antara permintaan dan pasokan organ. Dokter dan rumah sakit pun terlibat dalam praktik ilegal ini.
Perdagangan organ merupakan masalah global yang serius. Diperkirakan satu dari 10 transplantasi organ di dunia berasal dari perdagangan ilegal.
Di Hokse, meskipun penduduk setempat berusaha menghentikan praktik ini, kemiskinan memaksa banyak orang untuk mengambil risiko ekstrem demi memperbaiki kehidupan mereka.
(Hafidah Rismayanti/Usk)