BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Di balik semua kemudahan yang ditawarkan ChatGPT dari menjawab tugas kuliah hingga memberi ide bisnis viral terselip satu peringatan penting dari CEO OpenAI, Sam Altman.
“ChatGPT bukan tempat menyimpan rahasia,” ucapnya.
Pernyataan ini mencuat dalam podcast The Logan Bartlett Show, dan langsung mengundang perhatian, khususnya di kalangan anak muda yang kerap memperlakukan ChatGPT layaknya sahabat digital.
Fakta di lapangan banyak pengguna, terutama generasi muda, mulai menggunakan ChatGPT sebagai tempat mencurahkan isi hati tentang hubungan, kecemasan, bahkan masalah keuangan.
Sayangnya, tidak banyak yang sadar bahwa tidak ada perlindungan hukum atas percakapan yang mereka bagikan.
Berbeda dengan konsultasi dengan psikolog atau pengacara yang dilindungi oleh kerahasiaan profesi, informasi yang dimasukkan ke chatbot seperti ChatGPT berpotensi diakses dalam kondisi tertentu, misalnya lewat proses hukum.
OpenAI memang menyediakan fitur Chat History Off bagi pengguna yang ingin menjaga percakapannya tetap pribadi.
Tapi menurut pakar keamanan siber dari ESET, Jake Moore, fitur ini belum cukup untuk menggantikan perlindungan hukum formal.
“Chatbot AI belum dirancang untuk menampung data sensitif. Kita masih berada dalam zona abu-abu secara hukum,” ujarnya.
Menurut Jennifer King, peneliti dari Stanford, ChatGPT menciptakan semacam “ilusi ruang aman”. Banyak pengguna merasa nyaman karena tidak sedang berbicara dengan manusia.
Tapi justru karena itulah mereka terlalu terbuka, tanpa menyadari konsekuensi jangka panjang dari jejak digital yang mereka tinggalkan.
Meski beberapa negara seperti anggota Uni Eropa telah menyusun AI Act, secara umum dunia hukum masih tertinggal jauh dibandingkan pesatnya perkembangan teknologi AI. Celah ini membuat perlindungan data pengguna ChatGPT masih sangat terbatas.
Baca Juga:
Kecerdasan Buatan (AI) dan Big Data Berpotensi Rusak Lingkungan
Tips Aman Pakai ChatGPT:
– Jangan masukkan data pribadi (nama lengkap, NIK, rekening, alamat).
– Gunakan Chat History Off, terutama untuk akun berbayar.
– Pisahkan urusan serius (kesehatan, hukum, psikologi) dengan penggunaan chatbot.
– Pahami bahwa datamu bisa diakses oleh pihak ketiga jika diminta secara hukum.
– Anggap ChatGPT sebagai alat bantu, bukan teman bercerita.
“Kami ingin membantu sebanyak mungkin orang, tapi ini bukan tempat menyimpan rahasia pribadi,” tegas Altman.
Pernyataan ini jadi pengingat penting bagi kita semua, terutama generasi yang lahir dan tumbuh bersama teknologi.
Privasi bukan lagi sekadar fitur, tapi kesadaran. Di era AI, literasi digital bukan pilihan melainkan kebutuhan.
(Budis)