BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Sebuah video viral di media sosial X dan Facebook memicu perdebatan publik. Dalam video tersebut, terlihat bangunan pencakar langit di Thailand roboh, tiang listrik bergoyang, dan warga berlarian panik akibat gempa.
Narator dalam video menyebut bahwa gempa bumi yang terjadi di Thailand merupakan “hukuman” karena negara itu melegalkan pernikahan sesama jenis.
Undang-undang yang dimaksud disahkan pada Juni 2024 dan resmi berlaku per 23 Januari 2025. Namun, benarkah gempa bumi tersebut merupakan dampak dari kebijakan sosial tersebut?
Cek Fakta: Gempa Bumi Bukan Soal Moral
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Teropongmedia.id, informasi dalam video tersebut tidak benar. Faktanya, gempa bumi besar berkekuatan 7,7 skala Richter yang mengguncang Thailand pada 28 Maret 2025 berasal dari wilayah Sagaing, Myanmar, bukan Thailand.
Menurut laporan BBC, lebih dari 3.000 orang meninggal dunia, dengan banyak bangunan runtuh di Myanmar. Walau Bangkok ibu kota Thailand terletak sekitar 965 km dari episentrum, getaran tetap terasa kuat hingga menyebabkan sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun roboh.
Ahli geologi Jess Phoenix mengungkapkan bahwa kekuatan gempa ini setara dengan 334 bom atom. Sumber gempa berasal dari pergerakan Lempeng India dan Lempeng Eurasia yang saling bertabrakan. Menciptakan Sesar Sagaing patahan aktif sepanjang 1.200 km yang membentang di wilayah Myanmar.
Profesor Suzan van der Lee dari Northwestern University menambahkan bahwa Sesar Sagaing memiliki sejarah panjang aktivitas seismik tinggi dan sangat rawan gempa. Bahkan, menurut BMKG, pergeseran patahan ini terjadi sekitar 18–22 mm per tahun, menjadikannya salah satu yang paling aktif di dunia.
BACA JUGA:
CEK FAKTA: Video Ribuan Masa Protes Penahanan Wali Kota Istanbul di Turki
Kenapa Getaran Sampai Bangkok?
Menurut Kepala Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, ada dua faktor utama. vibrasi periode panjang yang diperkuat tanah lunak di Bangkok, serta efek direktivitas, yaitu saat energi gempa terkonsentrasi dalam satu arah.
Jadi, meskipun episentrum jauh, dampaknya bisa sangat terasa di kota besar yang tidak berada tepat di pusat gempa.
Video yang tersebar di media sosial merupakan kompilasi dari berbagai peristiwa berbeda. Termasuk potongan dari unggahan YouTube KTVU FOX 2 San Francisco dan The Guardian News. Beberapa bagian bahkan diambil dari peristiwa di kota Mandalay dan Aung Pan, Myanmar.
Artinya, video tersebut telah dimanipulasi secara naratif, mengaitkan gempa bumi dengan isu sosial tanpa dasar ilmiah.
(Hafidah Rismayanti/Budis)