JAKARTA,TM.ID: Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA), Arief Prasetyo Adi, mengklaim harga beras akan turun pada saat puasa Ramadan 2024.
Arief menyebut, penurunan harga beras tersebut karena adanya panen raya dan masuknya realisasi impor beras mencapai 500.000 ton yang pemerintah lakukan di tahun 2023 lalu.
“Otomatis (harga beras turun),” kata Arief kepada awak media usai meninjau pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024).
Namun, Arief tidak menyebutkan seberapa besar penurunan harga beras kualitas medium maupun premium saat bulan puasa Ramadan nanti. Termasuk lokasi panen raya sentra produksi beras.
Di sisi lain, penurunan harga beras juga diikuti oleh turunnya harga gabah ditingkat petani yang berkisar Rp8.000-an per kilogram menjadi Rp6.000 hingga Rp7.000 per kilogram.
Arief mengklaim, penurunan harga beras ditingkat petani bukan merupakan anjlok. Melainkan, sebagai konsekuensi untuk mengembalikan harga beras sesuai permintaan konsumen di tingkat hilir.
“Jadi, malah kebalikannya nanti harus dijaga adalah harga di tingkat petani. Tapi, nanti teman-teman mesti sampaikan bahwa pada saat harga (gabah) Rp 8 ribu kembali ke angka Rp 65 sampai Rp7 ribu itu bukan harga anjlok, itu enggak, karena temen-temen di hilir itu maunya harganya sesuai het Rp14.000-an,” kata dia.
Sebelumnya, masyarakat hingga para pedagang menjerit akibat kenaikan harga beras jelang bulan suci ramadan tahun ini.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PHPS), Selasa (27/2/2024), harga beras masih diatas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Harga beras medium secara rata-rata nasional berada dikisaran Rp 15.250 per kilogram (Kg). Sedang, beras premium diharga Rp 16.600 per kg.
Padahal harga eceran tertinggi atau HET beras medium adalah dikisaran Rp 10.900 per kg. Sementara itu, HET beras Premium dipatok Rp 14.800 per kg.
BACA JUGA: Pantesan Beras Mahal, Indonesia Saat Ini Defisit 400Ribu Ton di Gudang Bulog
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Pertanian, Bustanul Arifin mengatakan, produktivitas padi Indonesia masih rendah karena masih bergantung luas panen ketimbang inovasi.
“Produktivitasnya itu rendah sekali,” Pengamat Ekonomi Pertanian Prof. Dr Bustanul Arifin saat menjadi pembicara dalam acara Agromaritim Outlook 2024 di Bogor, Selasa (27/2/2024).
Secara rinci, berdasarkan data BPS produktivitas padi pada 2018 sebesar 5,20 ton per hektar. Kemudian pada 2019 turun menjadi 5,11 ton per hektar.
Selanjutnya, di tahun 2020 angkanya naik tipis hanya mencapai 5,13 ton. Namun pada 2021 produktivitas padi mencapai 5,23 ton per hektar. Kemudian pada 2022 produktivitas padi di tanah air hanya mencapai 5,24 ton. Naik tipis di tahun 2023 sebesar 5,26 ton per hektar.
“Jadi sudah jungkir balik, teman-teman di pemerintahan juga sudah berusaha keras meningkatkan produktivitas, tapi hasilnya belum banyak,” ucap Wakil Kepala Dewan Pakar Himpunan Alumni IPB ini.
(Dist)