JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) telah menyerahkan surat jawaban terkait pencabutan nama Soeharto dari Tap MPR Nomor 11 Tahun 1998 pasal 4 kepada keluarga Presiden RI kedua, Soeharto.
Untuk diketahui, bunyi pasal 4 Tap MPR RI Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Neara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tersebut sebagai berikut:
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia.” dikutip dari laman Mahkamah Agung RI.
Tap MPR Nomor 11 itu berisikan aturan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Namun dalam Pasal 4 secara eksplisit menyebut nama Soeharto sebagai penguasa Orde Baru yang kemudian dilengserkan melalui aksi reformasi 1998.
Adapun, acara penyerahan surat jawaban terkait pencabutan nama Soeharto tersebut dihadiri oleh sejumlah pimpinan MPR RI, yakni Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, dan Jazilul Fawaid. Hadir pula Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas.
BACA JUGA: Sejarah Televisi Pendidikan Indonesia yang Dimiliki Mbak Tutut Soeharto
Permintaan Maaf Atas Nama Soeharto
Dalam acara itu, putri Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana yang kerap disapa Mbak Tutut, meminta maaf apabila ada kesalahan yang dilakukan sang ayah saat memimpin Indonesia selama 32 tahun.
Menurutnya, semua itu terjadi karena kesadaran dan juga rasa menghargai kepada bapak yang selama ini telah memimpin bangsa dan negara ini selama 32 tahun.
“Memang manusia tidak ada yang betul selalu ya, pasti ada salahnya. Kami juga mohon maaf kalau selama ini bapak ada kesalahan-kesalahan yang dilakukan saat memimpin,” kata Tutut dalam Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI bersama Keluarga Besar Presiden Kedua RI Jenderal Besar TNI (Purn) H. M. Soeharto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, seperti dilansir Antara, Sabtu (28/9/2024).
Tutut menjelaskan, apa yang dilakukan Soeharto saat itu demi kepentingan bangsa dan negara.
“Kami keluarga bahwa setelah sekian tahun lamanya akhirnya ada yang menyadari dan mengatakan sesuatu yang benar bahwa yang benar itu benar, yang salah itu salah dan persatuan itu lebih penting daripada dendam kesumat,” katanya.
(Aak)