BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pelatih Persib Bandung, Bojan Hodak, kembali menyoroti salah satu isu penting dalam dunia sepak bola Indonesia, yakni ketertinggalan dalam pengembangan pemain muda.
Dalam wawancara pada Selasa (14/1/2025), Bojan Hodak mengungkapkan keprihatinannya terhadap sistem pembinaan pemain muda Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Eropa.
“Ini kebenarannya, pengembangan pemain muda tidak terorganisir dengan baik di Asia Tenggara dan Asia,” tegas Hodak, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).
Ia menjelaskan bahwa anak-anak di Eropa sudah mulai bermain di laga kompetitif sejak usia 8 tahun.
Sebaliknya, di Indonesia, anak-anak baru mendapatkan pengalaman bermain di laga kompetitif pada usia 16 hingga 18 tahun.
Perbedaan signifikan ini, menurut Hodak, memiliki dampak besar pada perkembangan seorang pemain.
Artinya, jelas dia, seorang anak di Eropa yang berusia 18 tahun, jika asumsinya bermain 30 kali dalam semusim, maka dia sudah bermain dalam 300 laga kompetitif di liga.
“Dan anak-anak di sini mungkin hanya memiliki sekitar 50 laga kompetitif,” lanjutnya.
Ia menilai, minimnya pengalaman kompetisi menjadi salah satu hambatan utama bagi pemain muda Indonesia untuk bersaing di kancah internasional.
Hodak juga memberikan perhatian khusus pada peran kompetisi usia dini dalam mendukung pengembangan pemain muda.
Menurutnya, meskipun saat ini sudah ada kompetisi untuk kelompok usia U-20, U-18, dan U-16, jumlah kompetisi tersebut masih perlu ditingkatkan.
“Ini bagus dan tentunya harus ditambah lagi jumlah klubnya. Pada dasarnya setiap tim memiliki divisi pengembangan pemain muda,” ujar Hodak.
BACA JUGA: Update Cedera 2 Pemain Persib, Ini Penjelasan dr Wira
Di sisi lain, Persib Bandung patut berbangga dengan prestasi yang diraih dalam pembinaan pemain muda.
Mereka berhasil meloloskan tiga timnya ke Elite Pro Academy (EPA) Liga 1, yakni kelompok U-16, U-18, dan U-20.
Keberhasilan ini menunjukkan komitmen Persib dalam mencetak pemain muda berbakat melalui sistem pembinaan yang lebih terorganisir.
Namun, Hodak menekankan bahwa keberhasilan seperti ini perlu ditiru oleh klub lain agar sistem sepak bola Indonesia bisa berkembang secara menyeluruh.
Selain jumlah kompetisi, Hodak juga menyoroti pentingnya infrastruktur yang mendukung pembinaan usia dini.
Ia menyebut, di banyak negara maju, setiap klub memiliki akademi dengan fasilitas yang lengkap dan pelatih yang berpengalaman untuk menangani pemain muda.
Sementara di Indonesia, hal tersebut masih menjadi tantangan besar.
Pernyataan Hodak ini menyoroti kesenjangan yang ada dalam sistem pengembangan pemain muda di Indonesia dan mengundang perhatian untuk melakukan perubahan signifikan.
(Magang UIN SGD/Martin Alghiffary-Aak)