JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap alasan Jakarta selalu diguyur hujan lebat beberapa hari terakhir padahal seharusnya telah memasuki musim kemarau.
Dalam Prospek Cuaca Mingguan Periode 2-8 Juli bertajuk “Kemarau tidak selalu kering: hujan masih berpotensi di musim kemarau”, BMKG menyebutkan soal kondisi dinamis cuaca di tanah air.
BMKG mengingatkan, seharusnya menjadi pengingat masyarakat tetap waspada pada perubahan cuaca yang cepat.
“Walaupun beberapa wilayah di Indonesia sebagian sudah memasuki musim kemarau, masyarakat masih perlu waspada dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang masih terjadi di beberapa wilayah seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es,” ujar BMKG.
Diperkirakan Jakarta tetap akan hujan dalam beebrapa hari ke depan. BMKG menyebut potensi hujan adalah dalam intensitas sedang-lebat dengan kilat/petir dan angin kencang.
Beberapa wilayah lain dengan kondisi serupa adalah Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Aceh hingga Riau dan Kep. Riau akan mengalami potensi hujan dalam intensitas sedang – lebat.
Sementara itu beberapa daerah akan berpotensi mengalami angin kencang. Ini mulai dari Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Selatan.
BMKG menjelaskan, ada beberapa alasan yang memicu peningkatan curah hujan di Indonesia. Salah satunya terkait gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) yang berada pada fase 3 (Samudra Hindia) dan membuat pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.
BACA JUGA: La Nina Landa Indonesia Saat Musim Kemarau, 2 Provinsi Siaga I Kekeringan!
Selain itu ada juga aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial. Ini terjadi di Sumatra, Kalimantan, Jawa, NTB, NTT, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Selatan.
Gelombang Kelvin yang menjadi penyebab juga terjadi di Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
Berikutnya adalah sirkulasi siklonik yang membentuk daerah perlambatan kecepatan angin dan pertemuan angin lalu membentuk awan hujan, yang terjadi di Selat Makassar Barat dari Sulawesi Barat.
(Dist)