BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, mengungkapkan, penerapan sistem Bus Rapid Transit (BRT) di Bandung Raya tidak bisa dipaksakan seperti Transjakarta di Jakarta.
Menurut Bey, perbedaan karakter masyarakat dan infrastruktur jalan di Bandung membuat penerapan BRT dengan koridor khusus sulit dilakukan.
Bey menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi lokal untuk menghindari masalah implementasi.
“Kita sedang melakukan tata ulang angkutan umum. Saya bilang di Bandung hati-hati, jangan paksakan BRT seperti Busway dengan koridor khusus. Karakter masyarakat Bandung Raya tidak bisa disamakan dengan Jakarta, dan juga jalannya relatif kecil dibanding Jakarta,” ujar Bey di Gedung Sate, Minggu (21/7/2024).
Bey menyarankan, agar masyarakat memanfaatkan kondisi udara Bandung yang sejuk dengan berjalan kaki atau bersepeda. Bey sendiri mencontohkan dengan berjalan kaki setiap hari menuju Gedung Sate, yang memakan waktu sekitar satu jam.
“Ya sekitar satu jam kalau jalan kaki, setelah sampai istirahat mandi langsung bekerja. Ini bisa dilakukan oleh yang lainnya ketika mau ke kantor atau bersekolah, sambil melakukan aktivitas olahraga yang membuat badan sehat dan bugar,” tambahnya.
BACA JUGA: Pemprov Jabar Terapkan ‘Friday Car Free’, Langkah Awal Menuju Konsep BRT
Direktur Lalu Lintas pada Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan,, Ahmad Yani menyatakan, pihaknya bekerja sama dengan Bank Dunia untuk meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan dalam pengembangan BRT Bandung Raya.
Sosialisasi dan pelatihan dilakukan untuk memastikan semua pihak memahami proses dan tanggung jawab mereka.
“Kita harus memberi pemahaman yang menyeluruh kepada semua pemangku kepentingan baik pemerintah maupun nonpemerintah tentang semua proses, agar pada pelaksanaannya semua menjadi tahu hak dan kewajiban,” kata Ahmad.
Senior Social Development Specialist dari Bank Dunia, Mohammad Yasin Nurri menekankan pentingnya memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dalam pembangunan BRT.
Menurutnya, setiap proyek pembangunan pasti menimbulkan dampak negatif yang harus diminimalkan, seperti polusi, kebisingan, kemacetan, serta potensi konflik sosial.
“Dampak negatif itu bisa polusi udara, kegaduhan, kemacetan, dan lain-lain. Dampak sosialnya bahkan bisa terjadi pelecehan seksual, konflik pekerja dan masyarakat. Ini penting sekali diperhitungkan,” jelas Nurri.
(Budis)