BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Simak asal mula berdirinya Pasar Papringan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Papringan diambil dari dua kata, yaitu “Pasar” yang berarti tempat jual beli, dan “Papringan” yang berarti kebun bambu.
Dalam hal ini pasar papringan merupakan pengembangan inovatif yang dipelopori oleh komunitas Spedagi di Dusun Ngadiprono, Kabupaten Temanggung.
Pasar ini melakukan jual beli dengan menggunakan mata uang khusus, yaitu pring. Mata uang tersebut dapat ditukar dengan uang seharga Rp.2 ribu, dan terbuat dari bambu.
Awal Mula Komunitas Spedagi
Komunitas Spedagi didirikan oleh Singgih Susilo Kartono, yang memulai kegiatan ini sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatannya.
Aktivitas bersepedanya sering melewati desa-desa asri dengan papringan yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Singgih melihat potensi besar dari papringan yang terlantar ini.
Bambu, sebagai sumber daya material yang melimpah, dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti konstruksi, kuliner, dan produk lainnya.
Selain itu, banyak anak muda desa yang setelah menempuh pendidikan tinggi tidak kembali lagi ke desa karena kurikulum pendidikan yang lebih berfokus pada kebutuhan industri.
Hal ini menyebabkan desa kehilangan potensi sumber daya manusianya dan mengalami degradasi kualitas kemandirian.
Dengan motivasi tersebut, Singgih mendirikan Pasar Papringan sebagai solusi untuk memaksimalkan potensi desa dan mengatasi masalah yang ada.
Ide ini terinspirasi dari kolaborasi dengan komunitas muda di Temanggung yang menyelenggarakan Pasar Minggu tiap pagi.
Kombinasi ide Pasar Minggu dan papringan yang indah menghasilkan konsep Pasar Papringan, yang juga merupakan upaya revitalisasi desa dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan menjunjung nilai kesederhanaan, kearifan lokal, dan lingkungan.
Pendekatan dalam Mendirikan Pasar Papringan
Konsep Pasar Papringan berlandaskan beberapa prinsip, yaitu konservasi bambu, penggunaan produk lokal, dan pengelolaan oleh warga lokal.
Tahapan yang dilakukan meliputi identifikasi masalah, perumusan masalah, perancangan program, implementasi, dan evaluasi.
Pendekatan kekeluargaan diterapkan pada setiap tahap agar masyarakat desa terlibat aktif dalam pembangunan dan pengembangan desa.
Diskusi dan pendekatan ini menghasilkan nilai-nilai yang ditaati bersama.
Mengatasi Kendala dalam Pengembangan Pasar Papringan
Keberhasilan Pasar Papringan tidak lepas dari kemampuan mengatasi kendala pada setiap tahap pengembangan.
Rasa memiliki yang kuat di kalangan masyarakat desa, meminimalisir konflik kepentingan, serta transparansi dan keterlibatan penuh masyarakat menjadi kunci utama.
Peran pemerintah desa juga sangat penting dalam mendukung suksesnya Pasar Papringan.
Komunikasi dan relasi yang baik dengan berbagai stakeholder menjadi faktor penting dalam pengembangan proyek ini.
Manfaat Pasar Papringan
1. Lingkungan
Papringan tidak lagi menjadi tempat pembuangan sampah, sehingga mengurangi area kumuh yang dapat menjadi sumber penyakit.
Bambu juga tidak ditebang secara sembarangan, memberikan waktu bagi bambu untuk tumbuh optimal dan panen di waktu yang tepat. Penataan bambu juga membantu mengurangi siklus nyamuk.
2. Ekonomi
Pasar Papringan meningkatkan ekonomi masyarakat setempat dengan menjual produk unggulan desa dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Dusun tetangga juga mendapatkan manfaat ekonomi dari retribusi parkir dan keamanan. Masyarakat kini dapat menabung dari hasil penjualan.
3. Sosial
Pasar ini menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk bersosialisasi dan berkegiatan bersama.
Banyak pihak luar terlibat dalam pengembangan Pasar Papringan, sehingga terjadi pertukaran ide, informasi, dan kolaborasi.
BACA JUGA: Papringan, Nostalgia Pasar Jawa Tempo Dulu di Temanggung
4. Budaya
Pasar Papringan melestarikan nilai dan kearifan lokal melalui kuliner, kerajinan, adat istiadat, tradisi, kesenian, dan cerita rakyat. Hal ini membantu pelestarian budaya lokal.
Pasar Papringan yang berada di Temanggung, menjadi contoh nyata revitalitas desa yang memberikan dampak positif, dalam segi budaya, ekonomi serta sosial.
(Virdiya/Aak)