BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Simak arti dari Hoarding Disorder yang diduga diidap oleh penghuni sebuah kosan di Jakarta, sehingga diusir oleh pemilik kost karena bau sampah yang menumpuk dari kamarnya.
Viral seorang penghuni kos di Jakarta diduga mengidap Hoarding Disorder. Ibu pemilik kost mengerebek penghuni kamar karena timbunan sampah di dalam kamarnya bau menyengat hingga dikomplain para tetangga.
Hoarding Disorder adalah gejala gangguan mental yang membuat penderitanya gemar menimbun barang meskipun sudah tak terpakai atau sudah jadi sampah.
Video penggerebekan ibu kost itu diunggah akun Instagram @abouthetic pada Senin (15/7/2024). Tampak dalam video, ibu kost dan penjaga kos membuka paksa kamar yang dihuni oleh dua orang.
Pemandangan mencengangkan tampak ketika pintu terbuka, di dalam kamar terlihat sangat semrawut dengan barang-barang yang kemungkinan sudah tidak berguna.
Sampah dan semua barang yang ada terletak tak teratur, di atas kasur maupun di lantai. Lebih parahnya, ibu kost tersebut terpaksa mengenakan masker karena baunya yang menyengat.
Sang ibu kost pun tampak emosi akan perilaku penghuni kosannya. Beberapa kali ia menghela nafas panjang untuk mengendalikan emosi.
Namun dari nada bicara terkesan sang ibu kost sudah tak tahan menahan amarah, sampai ia enggan masuk ke kamar,lalu menyuruh pekerjanya.
“Mau kapan kamu beresin, yang jelas kamu pagi sudah gak di sini!” demikian uangkapan Ibu kost dengan nada tegas, meminta mereka untuk segera meningalkan kosan tersebut.
BACA JUGA: Pentingnya Memahami Kesehatan Mental dan Menjaga Kesejahteraan Jiwa
Arti Hoarding Disorder
Tim Kerja Hukum dan Humas RSST – RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten dalam laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjelaskan tentang Hoarding Disorder.
Menurutnya, hoarding disorder adalah salah satu gangguan kesehatan mental yang membuat penderita gemar mengumpulkan atau menimbun barang-barang, bahkan yang tidak berguna sekalipun.
Akibatnya, barang-barang tersebut akan menumpuk di tempat yang ditinggalinya sehingga menyebabkan masalah kesehatan bagi penderita serta orang lain yang tinggal bersamanya.
Perilaku tersebut dilakukan karena si penderita beranggapan:
- Barang itu akan berguna di kemudian hari
- Mengingatkan pada suatu peristiwa
- Merasa aman ketika dikelilingi benda-benda tersebut
Kesulitan untuk membuang atau menjauhkan benda-benda yang dimiliki karena adanya keinginan yang kuat untuk menyimpannya. Bahkan penderita kemudian akan merasa stres ketika harus membuang barang-barang tersebut.
Akibatnya, barang-barang terus menumpuk lebih banyak, padahal sebagian di antaranya cenderung tidak bernilai atau sudah rusak. Barang-barang yang disimpan kemudian akan memenuhi ruangan sehingga akan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Biasanya benda yang dikumpulkan kadang tidak diperlukan seperti koran atau majalah, perlengkapan rumah tangga, bahkan pakaian yang sudah kotor dan rusak.
Hal ini membuat tempat tinggalnya sempit karena terisi penuh dengan benda-benda yang ditimbun. Hoarding disorder terkadang bisa sulit diobati karena banyak penderitanya tidak menyadari bahwa perilaku ini bermasalah. Kondisi ini kerap dialami oleh para penderita gangguan kepribadian obsesif kompulsif.
Penyebab Hoarding Disorder
Penyebab hoarding disorder belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini, yaitu :
1. Mengalami gangguan mental, seperti depresi, skizofrenia, dan gangguan obsesif kompulsif (OCD).
2. Dibesarkan dalam keluarga yang tidak mengajari cara memilah barang.
3. Memiliki keluarga yang juga menderita hoarding disorder.
4. Pernah ditinggalkan oleh orang yang dicintai.
5. Pernah mengalami kesulitan ekonomi.
6. Pernah mengalami kehilangan harta benda akibat kebakaran atau bencana alam.
Gejala Hoarding Disorder
Mencari dan menyimpan barang dalam jumlah berlebihan merupakan gejala awal hoarding disorder. Penderita juga dapat menunjukkan tanda dan gejala berikut :
1. Sulit membuang barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan.
2. Merasa cemas ketika hendak membuang barang yang tidak diperlukan.
3. Sulit mengambil keputusan.
4. Mencari benda lain dari luar rumah agar bisa ditimbun.
5. Merasa tertekan saat benda miliknya disentuh orang lain.
6. Menyimpan barang sampai mengganggu fungsi ruangan di rumah.
7. Melarang orang lain membersihkan rumahnya.
8. Menjauhkan diri dari keluarga dan teman.
Selain barang, penderita hoarding disorder juga bisa mengumpulkan hewan yang terlantar, tetapi tidak mengurusnya dengan benar.
Kapan Harus ke Dokter?
Penderita hoarding disorder umumnya jarang memeriksakan diri ke dokter karena merasa tidak ada yang salah atau janggal dengan perilakunya. Jika keluarga atau orang terdekat Anda menunjukkan gejala kondisi ini, ajaklah mereka untuk berkonsultasi ke dokter.
Melalui konsultasi, dokter dapat melakukan pemeriksaan untuk memastikan diagnosis dan merekomendasikan metode perawatan yang tepat.
Pemeriksaan Hoarding Disorder
Untuk mendiagnosis hoarding disorder, dokter akan bertanya seputar riwayat kesehatan pasien dan kebiasaannya memperoleh atau menyimpan barang. Dokter juga dapat menanyakan kondisi pasien dan keadaan rumahnya kepada orang terdekat pasien.
Selanjutnya, dokter akan menggunakan kriteria Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorders (DSM-5) untuk mendiagnosis hoarding disorder.
Beberapa kriteria yang menunjukkan hoarding disorder adalah :
1. Kesulitan untuk membuang benda yang sudah tidak terpakai.
2. Keinginan untuk selalu menyimpan atau menimbun banyak benda.
3. Tempat tinggal penderita penuh dengan benda yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatannya.
4. Benda yang ditimbun menimbulkan masalah di lingkungan sekitar, hubungan sosial, dan pekerjaan.
5. Kebiasaan menimbun benda tidak terkait gangguan kesehatan lain, seperti cedera otak atau sindrom Prader-Willi.
Pengobatan Hoarding Disorder
Hoarding disorder dapat diatasi dengan psikoterapi dan pemberian obat-obatan. Berikut adalah penjelasannya :
1. Psikoterapi
Pada terapi perilaku kognitif, dokter akan melatih pasien untuk menahan keinginan menimbun barang dan membuang barang-barang yang ditumpuk. Terapi ini dapat melibatkan anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan pasien.
2. Obat-obatan
Dokter dapat meresepkan obat-obatan jika pasien menderita gangguan mental lain, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Obat-obatan yang biasanya diresepkan adalah jenis antidepresan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
(Aak)